Abu Sayyaf, Perompak yang Disusui Tebusan

Tiga WNI asal NTT yang dibebaskan kelompok bersenjata Abu Sayyaf setelah disandera sejak 9 Juli 2016. Masih ada dua WNI yang menjadi sandera.
Sumber :
  • REUTERS/Nickie Butlangan

VIVA.co.id – Kelompok bersenjata Filipina Abu Sayyaf disebut akan membebaskan tiga warga negara Indonesia yang menjadi sandera mereka. Seluruhnya adalah anak buah kapal milik Malaysia yang telah dikurung selama dua bulan bersama mereka di hutan.

Sejauh ini proses pemulangan ini masih dalam proses koordinasi antara Filipina dan Indonesia. Namun dipastikan ketiga WNI yang disebut berasal dari Nusa Tenggara Timur itu dalam keadaan sehat.

"Tadi sudah cek kesehatan. Kalau saya lihat itu sehat. Mereka memang berhari-hari  di hutan, banyak nyamuk. Sehat lah," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Minggu, 18 September 2016.

Diduga proses pemulangan ini sengaja ditunda, sebab akan ada satu WNI lagi yang berkemungkinan anak buah kapal dari Tug Boat Charles 001 yang juga disandera saat di perairan Laut Sulu Filipina Selatan pada 20 Juni 2016, akan dibebaskan.

Hanya saja memang siapa WNI yang akan dibebaskan tersebut pemerintah tetap merahasiakan. "Mudah-mudahan, malam ini bisa lepas satu (sandera WNI lagi). Berarti, nanti ada empat sandera. Yang tiga sudah pasti, yang satu belum. Tetapi, mudah-mudahan (bebas)," kata Ryamizard.

Langganan Abu Sayyaf
Sepanjang tahun 2016, terhitung sejak Maret hingga Juli, setidaknya ada24 WNI yang telah menjadi korban pembajakan kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Seluruhnya merupakan anak buah kapal yang bekerja di perusahaan baik itu Malaysia maupun Indonesia.

Meski begitu, dari 24 sandera sejak periode Maret-Juli itu, sudah 14 sandera dibebaskan, dua melarikan diri dan berhasil ditemukan. Belum ditambah dengan rencana pembebasan yang baru akan dilakukan pada bulan September 2016 sebanyak empat orang.

Maka jika itu terjadi total ada 18 orang dari 24 sandera yang dibebaskan. Artinya tersisa enam sandera lagi yang masih ditahan di kamp-kamp milik Abu Sayyaf.

FOTO: Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengumumkan pembebasan 10 ABK TB Brahma 12 yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf

Lihat rincian daftar aktivitas kelompok Abu Sayyaf berikut:

26 Maret 2016
* Kapal        : TB Brahma 12
* Lokasi dibajak: Tawi-Tawi Filipina Selatan
* Sandera    : 10 orang
* Tebusan diminta 50 Juta peso

15 April 2016
* Kapal     : TB Henry
* Lokasi dibajak: Laut Samboangan Filipina
* Sandera    : 4 orang
* Tebusan diminta 50 Juta Peso

1 Mei 2016
* 10 ABK TB Brahma 12 dibebaskan

11 Mei 2016
* Empat ABK TB Henry 001 dibebaskan

20 Juni 2016
* Kapal        : TB Charles
* Lokasi dibajak: Laut Sulu Filipina Selatan
* Sandera    : 7 orang
* Tebusan diminta Rp59 miliar

9 Juli 2016
* Kapal     : LLD 113/5/F Malaysia
* Sandera    : 3 Orang
* Lokasi dibajak: Perairan Sabah Malaysia

17 Agustus 2016
* Dua ABK TB Charles melarikan diri

18 September 2016
* Tiga ABK LLD 113/5/F Malaysia dibebaskan

Melihat rentang waktu ini, bisa dikatakan Indonesia seperti menjadi langganan korban pembajakan kelompok Abu Sayyaf. Gelit bisnis kapal Indonesia yang berjualan batu bara ke Filipina seolah menjadi target pembajakan.

Terkecuali, kejadian pada 9 Juli 2016. Kapal berbendera Malaysia itu, adalah kapal penangkap ikan yang sedang mencari ikan di perairan Malaysia. Namun entah mengapa tetap dibajak dan uniknya dari tujuh ABK, hanya orang Indonesia yang diambil yaitu tiga orang.

Tebusan Mengalir
Terlepas dari itu, kelompok militan Abu Sayyaf yang baru-baru ini membuat Kanada meradang lantaran seorang warga negaranya dipenggal kepalanya. Ternyata tak berlaku untuk Indonesia.

Faktanya, meski ada sandera yang dipenggal kepalanya lantaran negaranya belum membayarkan uang tebusan. Di Indonesia, 14 orang warga negaranya malah dibebaskan. Dan konon, disebut-sebut tanpa tebusan sedikit pun.

"Perusahaan tidak mengeluarkan sepersen pun. Tak ada uang," kata juru runding pembebasan 10 sandera Kapal TB Brahma 12, pensiunan Jenderal Kivlan Zen, Minggu 1 Mei 2016.

Namun demikian, dibalik dalih tanpa tebusa tersebut. Sejumlah media Filipina tetap mengembuskan adanya tebusan dari pembebasan belasan sandera orang Indonesia yang ditahan kelompok Abu Sayyaf.

FOTO: Kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina menunjukkan sandera mereka

Bocornya info tebusan ini bahkan disampaikan oleh Kepala Polisi Provinsi Sulu Inspektur Wilfredo Cayat. Dalam laporan yang dirilis Philippine Daily Inquirer, ada uang tebusan senilai Rp13,1 miliar untuk 10 ABK TB Brahma.

Dan faktanya pun semakin diperkuat ketika proses pembebasan tiga WNI dari Kapal berbendera Malaysia yangs edianya akan dibebaskan pada bulan September ini. Uang senilai 30 juta Peso konon kembali mengalir ke kelompok Abu Sayyaf.

"Saya mendengar 30 juta peso telah dibayarkan kepada Abu Sayyaf," kata Octavio Dinampo, seorang guru besar di universitas yang berbasis di Sulu Filipina dilansir Inquirer.net, Minggu, 18 Spetember 2016.

Lantas sejauh manakah tradisi bayar tebusan ini terjadi? Pemerintah Indonesia memang bersikukuh tidak melakukan hal ini. Dasar diplomatisnya adalah adanya konvensi tentang tata cara melawan praktik terorisme.

"Ini standar konvensi UN, no concession policy, no ransom pay policy. Konsesi itu misalnya penyandera meminta ditukar dengan teman mereka yang dipenjara, itu tidak boleh. Kemudian membayar ransom, itu juga tidak boleh," kata Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai.

Atau dengan kata lain. Negara memang tidak diperkenankan mengeluarkan uang sepeser pun soal tebusan sandera. Namun bila perusahaan menyanggupi, maka itu tak bisa dilarang dan menjadi tanggungjawab perusahaan yang dibajak. Negara hanya tinggal mengatur proses penyelamatan dan proses penjemputan sandera lagi.

Kesepakatan perompak
Apa pun itu, kini Malaysia, Indonesia dan Filipina sepertinya mulai gerah dengan pembajakan dan ancaman keamanan di perairan lautnya masing-masing.

Atas itu, tiga negara telah menyepakati akan melakukan patroli laut guna memerangi praktik perompakan laut seperti yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf. Filipina sebagai negara yang kini menjadi rumah bagi Abu Sayyaf, lewat tangan Presiden Rodrigo Duterte kini bersiap memerangi Abu Sayyaf di hutan Filipina.

FOTO: Ilustrasi/Patroli laut milter Indonesia

"Pemerintah Filipina tidak main-main. Pertama, kerahkan 10 ribu tentara, kini 20 ribu tentara di satu pulau. Belum lagi, dibantu kelompok MNLF (Front Nasional Kebebasan Moro). Tentara Filipina koordinasi dengan MNLF," kata Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu.

Tak cuma itu, kini berkat kesepakatan juga. Ke depan aksi perompakan bisa dilakukan penindakan hingga lintas negara. Atau dengan kata lain, Indonesia kini bisa menembus batas Filipina jika memang ada arganya yang dirompak lagi oleh kelompok bersenjata di Filipina.

"Dengan agreement kita kejar sampai bisa melumpuhkan mereka. Ini merupakan satu kemajuan dari apa yang dicapai sebelumnya," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Jenderal (purn) Wiranto pada Rabu, 14 September 2016.