TGPF Pastikan Freddy Tak ke China Lihat Pabrik Narkoba
- VIVA.co.id/ Syaefullah
VIVA.co.id – Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri membantah Freddy Budiman pernah pergi dengan petugas BNN (tidak jelas satu atau dua orang) ke China untuk menunjukan parbik narkoba yang merupakan jaringannya.
Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Pungky Indarti, tim telah melakukan intevstigasi kepada adik Freddy Budiman, John Suhendar atau Latif terkait dengan kebergian Freddy dan petugas BNN ke China untuk melihat pabrik narkoba yang disebut-disebut terbesar di negara itu.
"Dia jawab bahwa Freddy tidak pernah ke China, dia juga tidak punya paspor, dan tidak punya koneksi dengan produsen di China, dan tidak bisa bahasa sana," kata Pungky di PTIK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 September 2016.
Kemudian, Freedy memiliki jaringan bandar narkoba yang salah satunya adalah Chandra Halim alias Akiong. Hubungan dengan Akiong dibina Freddy karena yang bersangkutan mempunyai jaringan dengan bandar narkorba di China.
"Artinya barang (narkoba) baru sampai di Indonesia, kemudian beredar, nah setelah beredar baru ada uang dan uang ini lalu dikirim ke produsennya," katanya.
Sebelumnya, bahwa dalam testimoni gembong narkoba Freddy Budiman yang disampaiakan Kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, Freddy pernah pergi dan mengunjungi pabrik narkoba di China.
Begini kutipan testimoni Freddy Budiman yang terkait dengan kepergiannya ke China bersama petugas BNN.
Saya prihatin dengan pejabat yang seperti ini. Ketika saya ditangkap, saya diminta untuk mengaku dan menceritakan dimana dan siapa bandarnya, saya bilang, investor saya anak salah satu pejabat tinggi di Korea (saya kurang paham, korut apa korsel- HA), saya siap nunjukkin dimana pabriknya, dan saya pun berangkat dengan petugas BNN (tidak jelas satu atau dua orang). Kami pergi ke Cina sampai ke depan pabriknya. Lalu saya bilang kepada petugas BNN, mau ngapain lagi sekarang? Dan akhirnya mereka tidak tahu, sehingga kami pun kembali.
Saya selalu kooperatif dengan petugas penegak hukum. Kalau ingin bongkar, ayo bongkar. Tapi kooperatif-nya saya dimanfaatkan oleh mereka. Waktu saya dikatakan kabur, sebetulnya saya bukan kabur, ketika di tahanan, saya didatangi polisi dan ditawari kabur, padahal saya tidak ingin kabur, karena dari dalam penjara pun saya bisa mengendalikan bisnis saya.
Tapi saya tahu polisi tersebut butuh uang, jadi saya terima aja. Tapi saya bilang ke dia kalau saya tidak punya uang. Lalu polisi itu mencari pinjaman uang kira-kira 1 Miliar dari harga yang disepakati 2 Miliar. Lalu saya pun keluar. Ketika saya keluar, saya berikan janji setengahnya lagi yang saya bayar. Tapi beberapa hari kemudian saya ditangkap lagi. Saya paham bahwa saya ditangkap lagi, karena dari awal saya paham dia hanya akan memeras saya.