Menko Luhut Sebut Kisruh Proyek Reklamasi Politis
- VIVA.co.id/ Moh. Nadlir.
VIVA.co.id – Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Luhut Panjaitan mengatakan, proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), atau dikenal sebagai proyek reklamasi Teluk Jakarta, sebenarnya merupakan kajian lama yang sudah dilakukan groundbreaking di akhir era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Menurutnya, proyek ini kerap menjadi perbincangan dan memicu pro-kontra, akibat adanya sejumlah upaya politisasi oleh sejumlah pihak.
"Sebenarnya kajian itu sudah ada. Oktober 2014 groundbreaking sudah dibikin Chairul Tandjung. Dilakukan karena sudah ada kajian. Hanya kemudian ribut dipolitisasi, semua jadi rame begini. Bikin ulang lagi," kata Luhut di Gedung DPR RI Senayan, Rabu, 14 September 2016.
Luhut mengatakan, banyak pihak yang terlibat proyek raksasa NCICD ini, mulai dari pemerintah maupun pihak swasta. Namun, dirinya menyebut jika pemerintah hanya akan menggunakan kajian dari dua pihak, yakni BPPT dan PLN. "Semua (kajian) macam-macam. Mereka buat kajian. Tapi kajian dari BPPT dan PLN sudah cukup," kata Luhut.
Mantan Menko Polhukam itu memastikan, semua kajian yang digunakan pemerintah dalam proyek raksasa ini akan dibuka ke publik. Luhut memastikan kajian reklamasi ini merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh siapapun.
"Dibuka (kajiannya ke publik). Ndak usah khawatir. Kita ngapain bohongin rakyat kita. Segera, pelan-pelan. Sabar semua. Itu dokumen publik, silahkan dilihat."
Luhut sebelumnya telah mencabut keputusan penghentian proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Keputusan ini menganulir kebijakan yang dibuat Rizal Ramli saat masih menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya.
Keputusan itu diambil, setelah Luhut meninjau lokasi reklamasi, dan didukung pengkajian ulang terhadap proyek itu. Luhut menegaskan tidak ada yang salah dengan reklamasi Pulau G.
"Emang enggak ada yang salah. Tidak ada alasan untuk menghentikan. Setelah kita periksa aspeknya, legalnya, lingkungan hidup, teknis, semua, tidak ada alasan untuk menghentikan itu," kata Luhut di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 9 September 2016.
(mus)