DPR Jadi Lembaga yang Paling Tidak Dipercaya Publik

Gedung DPR/MPR.
Sumber :

VIVA.co.id – Survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan, dibanding lembaga negara lain, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah menjadi lembaga yang paling tidak dipercaya publik.

Pada survei CSIS terhadap seribu responden, dari 13 lembaga yang ditanyakan, TNI menjadi institusi yang paling dipercaya, diikuti Presiden, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komnas HAM, Wakil Presiden, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Polri, DPD, dan DPR.

Tingkat kepercayaan responden terhadap TNI mencapai 91 persen, Presiden 87,6 persen, dan KPK di urutan tiga dengan 85 persen. Selanjutnya Komnas HAM dipercaya 84,3 persen, Wakil Presiden 83,1 persen, KPU 79,3 persen, BPK 76 persen, MK 75,3 persen, MA 73,9 persen, KY 73,1 persen, serta Polri dipercaya oleh 69,7 persen responden.

Sementara mereka yang percaya pada kinerja DPR hanya 60,1 persen, sedangkan 38,9 persen tidak percaya, dan 1 persen tidak tahu atau tidak jawab. Sementara pada DPD, 68,1 persen yang percaya, 30 lainnya tidak percaya pada lembaga ini, dan 1,9 persen lainnya tidak jawab atau tidak tahu.

Dari sisi kepuasan, 55,2 responden menjawab tidak puas dengan kinerja wakil rakyat. Jumlah ini menurun dibandingkan survei sebelumnya di Oktober 2015, dimana ada 67,5 responden yang mengaku tidak puas kala itu.

"Dari sisi kinerja DPR, meskipun tingkat kepuasan belum menyentuh angka 50 persen, namun kepuasan terhadap DPR mengalami kenaikan dari 29,2 persen pada Oktober 2015, menjadi 41.9 persen pada Agustus 2016," ujar Kepala Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS, Vidhyandika D. Perkasa, saat memaparkan hasil survei ini di kantornya, Selasa, 13 September 2016.

Peningkatan kepercayaan publik ini terjadi, karena responden menganggap perjalanan demokrasi di Indonesia masih baik. "Hanya 16 persen publik yang berpandangan buruk terhadap perjalanan demokrasi. Tiga faktor utama yang menyebabkan buruknya penilaian terhadap demokrasi adalah, maraknya korupsi, kesenjangan ekonomi dan pemilu yang bermasalah dan curang," ujar Vidhyandika.

Selain itu, sebagian besar responden menganggap DPR sudah menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam survei terungkap 56,2 persen responden menganggap DPR telah menjalankan fungsi membuat undang-undang dengan baik, dan 40,9 persen yang menilainya masih buruk. Sisanya, 2,9 persen tidak tahu atau tidak jawab.

Untuk fungsi membahas dan mengesahkan APBN, 54,7 persen menganggap legislatif telah menjalankannya dengan baik. Tapi 41,6 persen responden menganggap mereka masih buruk menjalankan fungsi ini, dan 3,7 persen tidak jawab atau tidak tahu.

Sedangkan pada fungsi pengawasan pelaksanaan undang-undang atau pemerintah, 51,4 persen menjawab mereka sudah menjalankan fungsi ini dengan baik, 41,6 lainnya menilai buruk, dan 3,8 lainnya tidak jawab atau tidak tahu.

Survei CSIS ini dilakukan pada 8 - 15 Agustus 2016, melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstruktur pada seribu responden di 34 provinsi.

(mus)