PT Riau Andalan Diminta Perbaiki Tata Kelola Lahan Gambut
- Antara/ FB Anggoro
VIVA.co.id – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memerintahkan PT Riau Andalan Pulp and Papper (RAPP) untuk memperbaiki tata kelola lahan gambut mereka. Perusahaan kertas terbesar ini juga diminta untuk tidak membuka kanal pembuangan air yang akan membuat keringnya lahan gambut di wilayah konsesi mereka.
"Itu harus dilakukan agar tidak terjadi Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) lagi," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono usai menggelar pertemuan dengan PT RAPP dan Badan Restorasi Gambut, Jumat, 9 September 2016.
Terkait dengan sanksi lain, Bambang mengaku, pihaknya tidak memberikan sanksi tambahan untuk PT RAPP, meski ketika munculnya insiden pengadangan tim BRG di PT RAPP atas dugaan ada pembakaran lahan gambut di lahan konsesi PT RAPP.
"Sanksi sampai saat ini tidak ada tapi yang jelas teguran lisan terkait bagaimana penerimaan Pak Nazir (Kepala BRG) yang masuk ke sana sudah kita berikan teguran untuk memperbaiki SOP dan lain sebagainya," kata Bambang.
Terpisah, Kepala Departemen Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Khalisah Khalid menyayangkan tidak adanya pemberian sanksi kepada perusahaan kertas besar tersebut. Khalisah berpendapat, bahwa aksi pengadangan tim BRG di PT RAPP dan penyanderaan tujuh personel KLHK di lahan PT APLS menjadi indikasi sekaligus bentuk arogansi perusahaan kepada negara.
"Kami melihat pengadangan aparat atau institusi negara oleh oknum korporasi di lapangan itu harus menjadi momentum untuk aparat penegak hukum bertindak tegas kepada korporasi," kata Khalisah.
Karena itu, ia berharap agar pemerintah berani melakukan penegakan hukum terhadap para korporasi nakal yang kerap merusak ekosistem lingkungan dengan cara membakar ataupun merusak hutan atau lahan gambut guna mendapatkan keuntungan perusahaan.
"Selama ini kita tidak mampu menjangkau penegakan hukum terhadap korporasi itu. Sehingga memang hampir tidak ada efek jera terhadap korporasi. Bahkan terakhir aparat penegak hukum mengeluarkan SP3 terhadap 13 perusahaan besar yang diduga melakukan pembakaran lahan.”
(mus)