Bocah 14 Tahun yang Hidupi Dua Adiknya Ingin Jadi Polisi
- VIVA/Bobby Andalan
VIVA.co.id – Nyoman Arya, bocah 14 tahun yang hidup dengan dua adiknya memiliki cita-cita mulia. Kelak jika besar nanti, Arya ingin menjadi seorang polisi. Bukan tanpa alasan bocah polos itu ingin menjadi seorang polisi.
"Biar kuat," begitu ucap Arya saat ditemui wartawan VIVA.co.id, di kediamannya, di Bukit Puncak Sari, Dusun Darmaji, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu 7 September 2016.
Tiap hari, Arya yang tinggal di tengah hutan Bukit Puncak Sari bermain bersama dua adiknya. Ia memiliki seorang teman bernama Ketut Ngara. Sehari-hari, ia bersama adik dan temannya itu bermain bola.
"Main bola, itu di sana (menunjuk sebuah lapangan kecil). Tapi sekarang sudah tidak lagi (main bola), karena bolanya sudah jatuh ke jurang," kata Arya dengan senyum ramah.
Ia mengaku hobi bermain sepakbola. Jika sudah bermain bola, Arya mengaku bisa menceploskan beberapa kali bola ke gawang lawan yang tak lain adalah temannya sendiri. Kendati jago mengolah si kulit bundar, namun Arya tak ingin menjadi pemain bola. Cita-citanya pun tak berubah.
"Tidak mau (jadi pemain bola), maunya jadi polisi," ucapnya polos.
Kini Arya tak lagi sendirian mengurus dua adiknya yang masih kecil-kecil. Kakak tertuanya yang bekerja di Kabupaten Jembrana sebagai pemetik cengkeh sudah pulang ke rumah. "Kakaknya itu kerja di Jembrana sebagai pemetik cengkeh. Sekarang dia pulang, katanya mau tinggal di sini saja menemani adik-adiknya," kata Ketut Madya, kerabat jauh Arya.
Tiap hari, Arya harus berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk mencapai sekolahnya di Yayasan Ekoturin. Arya duduk di bangku kelas dua SLTP. Sedangkan adiknya yang nomor dua, Ketut Sana (12) duduk di bangku kelas 5 SD BAN.
Sementara adik bungsunya, Wayan Sudirta (4,5) terpaksa diajak Arya ke sekolah, lantaran tak ada yang menjaganya di rumah.
Sejak lima tahun lalu ayah Arya meninggal dunia lantaran sesak nafas. Sementara ibunya baru saja menikah sekitar dua bulan lalu. Sehari-hari, Arya hanya tinggal bersama dua adiknya di rumah sederhana di tengah bukit. Untuk mencapai rumah Arya membutuhkan perjuangan. Jalan yang dilewati berupa tanah berkelok penuh debu tebal seluas tiga meter.
Di tengah bukit itu, Arya menghidupi adiknya dengan bekerja sebagai pemanjat pohon kelapa. Satu pohon kelapa yang dipanjatnya, Arya mendapat upah Rp5 ribu. Dalam sehari, ia bisa memanjat sedikitnya 1 pohon kelapa. Jika sedang banyak pesanan, ia bisa memanjat 20 batang pohon kelapa.
Uangnya digunakan untuk bekal makan dia dan dua adiknya. "Sehari makan tiga kali pakai nasi. Lauknya mie (instan)," kata Arya.