Menanti Gebrakan BG Pimpin BIN

Komjen Budi Gunawan.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo mengajukan nama Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru. BG akan menggantikan posisi Sutiyoso.

Surat pengajuan itu diserahkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) kepada Ketua DPR, Jumat, 3 September 2016. Pratikno menyebutkan alasan pergantian BIN sebagai regenerasi di tubuh lembaga tersebut.

Usai berita penyerahan itu tersiar ke publik, beragam komentar pun bermunculan. Ada yang mendukung, ada pula yang berusaha mengkritisi kapasitas dari BG. Salah satu yang menjadi sorotan adalah karena jenderal bintang tiga itu berasal dari institusi Kepolisian. Sementara, selama ini pucuk pimpinan BIN kerap diisi dari kalangan tentara.

Keraguan ini dimentahkan oleh anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Evita Nursanty. Evita menilai, anggapan bahwa BIN harus dijabat unsur TNI tidak tepat. Sebab, di negara-negara maju juga tidak lagi membedakan kepala intelijennya dari unsur mana.

"Kita pernah punya polisi yakni Jenderal Polisi (Purn) Sutanto yang jadi kepala BIN ada juga dari sipil di jabatan wakil kepala BIN," kata Evita.

Evita mengungkapkan, di negara-negara lain seperti Amerika Serikat juga punya nama pimpinan intelijen dari sipil. Oleh karena itu, dia menilai pengajuan Budi Gunawan bukan hal aneh. "Apalagi Budi Gunawan yang berumur 56 tahun, jauh lebih muda dibandingkan Sutiyoso yang sudah 71 tahun," katanya.

Dari sisi karir, anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah III itu menilai, BG cukup mumpuni. Ia mencatat yang bersangkutan pernah menjabat Kapolda di beberapa wilayah di Indonesia. "Itu sudah cukup menjadi syarat diangkat sebagai kepala BIN," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, BG juga pernah menjadi ajudan Presiden pada 2001-2004. Lalu menjadi Karobinkar SSDM Polri (2004-2006), Kaselapa Lemdiklat Polri (2006-2008), Kapolda Jambi (2008-2009), Kadiv Binkum Polri (2009-2010).

BG juga pernah juga menjadi Kadiv Propam Polri (2010-2012). Setelah itu, Budi Gunawan diangkat menjadi Kapolda Bali (2012), Kalemdiklat Polri (2012-2015), dan menjadi Wakapolri (2015-Sekarang). "Dengan berbagai pengalaman, ini dia memiliki kemampuan administratif dan koordinatif yang baik," ujar Evita.

Evita juga menilai BG memiliki banyak jaringan yang bisa membantu memudahkan tugas-tugasnya. Kemudian, mempunyai akselerasi yang cepat untuk bisa memperkuat kekuatan yang ada. "Itu sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai kepala BIN," ujar Evita.

Ia pun yakin dengan pengalaman mentereng itu, BG mampu mengakomodir berbagai unsur di BIN. Apakah dari Polri maupun dari TNI. "Dan jika dilihat dari track record Budi Gunawan, kita yakin pengalaman selama ini baik di internal Polri, ke TNI, maupun ke pihak lain, Budi Gunawan bisa mengatur dan membuat pola hubungan dan koordinasi yang baik," katanya.

Oleh karena itu, Evita berpendapat keputusan Presiden Jokowi mengangkat BG sebagai Kepala BIN sudah tepat. Dia percaya, BG bisa menunjukkan prestasi terbaiknya. "Kami akan kawal terus nanti saat fit and proper test di Komisi I, sebab menurut UU No17 Tahun tentang Intelijen Negara, DPR punya waktu 20 hari menyampaikan pertimbangan," kata Evita.

Pendapat senada disampaikan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara, As'ad Said Ali. Ia menilai, penunjukan BG sebagai calon Kepala BIN sebagai hak prerogatif Presiden Jokowi. Ia tak ragu untuk memberikan dukungan sepenuhnya. "Sebagai orang lama di BIN, saya mendukung beliau kalau dimintai bantuan," kata As'ad.

As'ad menilai tidak perlu ada khawatirkan bila BG yang berlatar belakang anggota Polri menjadi Kepala BIN. Sebelumnya, jenderal Sutanto yang juga mantan Kapolri pernah menjadi Kepala BIN. "Budi Gunawan bisa jadi orang kedua dari Polri yang menjadi Kepala BIN," katanya.

Hal tersebut membuktikan anggota Polri mampu memimpin BIN.

Sementara itu, Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, BG sebagai sosok solidarty maker dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang kuat. "Selain pengalaman di berbagai satuan, BG juga memiliki jaringan luas. Kriteria tersebut cocok untuk BG menjadi Kepala BIN," kata Hendardi, kepada VIVA.co.id, Sabtu, 3 September 2016.

Alasan kedua, yang membuat BG layak jadi Ketua BIN menurut Hendardi adalah dengan dinamika dan jenis ancaman, tantangan ke depannya menurut dia lebih pas diberikan ke polisi. "Human security yang saat ini banyak terjadi seperti pengungsi antarnegara, migrasi, pencari suaka, dan lain-lain lebih cocok didekati dengan cara penegakan hukum dan HAM dibanding dengan perspektif pertahanan," katanya.

Dengan asumsi itu, Hendardi menilai dipilihnya BG yang saat ini menjabat Wakil Kepala Polri, adalah tepat. "Karena itu jenderal polisi ini diyakini akan mampu mengelola lembaga intelijen dibanding dengan person dari TNI," katanya.

Sah Secara Hukum

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis melihat, pemilihan BG sebagai Kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo sudah tepat dan sesuai perundang-undangan. "BG dijadikan Kepala BIN, menurut saya tidak ada yang salah. BG memang pantas," kata Margarito.

Selain itu menurut, Margarito kekhawatiran orang akan kemampuan BG tidak beralasan. "Saya yakin sebagai jenderal bintang tiga, beliau memiliki kemampuan di bidang intelijen. Jadi bukan hal yang asing, jadi tidak cukup alasan jika disebut polisi tidak memiliki kemampuan," ujarnya.

Selain itu, ia menyakini di bawah kepemimpinan BG, BIN akan lebih baik dalam menyelesaikan persoalan sekarang ini. "Beliau banyak jaringan, tidak mungkin BG tidak bisa menyelesaikan persoalan di dalam maupun di luar negeri."

Bagaimana kinerja BIN di bawah kepemimpinan BG, apakah bisa memenuhi harapan publik, waktulah yang bisa menunjukkannya. Saat ini, perwira tinggi Polri kelahiran Surakarta, 11 Desember 1959 itu, harus melewati proses di DPR sebelum benar-benar dilantik sebagai Kepala BIN.

(mus)