Gugatan Ahok Soal Cuti Kampanye Dikritik Masih Dangkal

Basuki Tjahaja Purnama.
Sumber :
  • FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Argumentasi dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dalam sidang uji materi atas Pasal 70 ayat 3  Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi hari ini dipandang mudah dipatahkan. Menurut pengamat dari kelompok Advokat Cinta Tanah Air, Krist Ibnu, argumen Ahok itu sangat dangkal karena belum menyentuh hal terpenting di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami menangkap argumen Ahok sangat dangkal karena belum menyentuh hal paling penting, yaitu pelanggaran hak konstitusional," kata Krist dalam keterangannya di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Agustus 2016. 
 
Krist menjelaskan beberapa hal yang membuat argumen Ahok sangat mudah dipatahkan. Pertama, soal tidak inginnya Ahok berkampanye, sehingga tidak mau diharuskan mengambil cuti kampanye. "Ahok tidak paham bahwa faktanya keharusan cuti bagi petahana dan larangan menggunakan fasilitas jabatan adalah dua hal yang saling terkait," ujar Krist. 

Menurut Krist, keharusan cuti dibuat agar semakin minim peluang bagi petahana menggunakan fasilitas negara. Selain itu juga akan sulit sekali membedakan kapasitas petahana sebagai kepala daerah aktif atau sebagai calon kepala daerah. 

"Pada persidangan di MK yang dia ajukan secara pribadi ini saja terlihat beberapa PNS yang turut hadir di MK. Prinsipnya sekecil apa pun fasilitas jabatan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi," kata Krist. 

Bagi dia, klaim Ahok bahwa dia berpotensi harus cuti enam bulan kalau Pilgub DKI Jakarta berlangsung dua putaran merupakan pernyataan yang sangat berlebihan. Menurut Krist, ini terkesan kalau Ahok adalah orang yang malas baca peraturan. 

"Menurut PKPU Nomor 3 Tahun 2016, masa kampanye Pilkada 2017 adalah 26 Oktober sampai 1 Februari 2017, dan bila ada 2 putaran ditambah dari tanggal 6 sampai 15 April 2017. Jadi secara keseluruhan jika Pilgub DKI berlangsung dua putaran maka masa kampanyenya hanya 119 hari," kata Krist.

Lalu, soal klaim Ahok mengenai masa jabatan yang berkurang jika diharuskan cuti, menurut Krist, itu tidak konsisten. Sebab, kadang Ahok rugi dan kadang pula mengatakan rakyatlah yang rugi. 

"Kalaupun dia mengaku rugi maka kerugian tersebut bukan kerugian konstitusional. Kalau rakyat yang rugi, tentu Ahok pribadi tidak memiliki legal standing untuk menjadi pemohon uji materi," ujarnya. 

Krist menyarankan Ahok membatalkan saja uji materi yang dia ajukan. Itu lebih baik karena bisa menjadi kesatria dengan mematuhi ketentuan UU secara konsekuen. 

"Kalau mau maju lagi ya harus legowo ambil cuti. Dengan demikian Ahok tak dicurigai berencana menggunakan fasilitas jabatan untuk kepentingan pemenangan dirinya," kata Krist.

(ren)