KPAI: Peneror Gereja Harus Diadili Sistem Peradilan Anak

Anggota Brimob Polri melakukan penjagaan di halaman Gereja Katolik Stasi Santo Yosep pascaperistiwa teror bom di gereja tersebut di Medan, Sumatra Utara, Minggu (28/8/2016)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA.co.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara mengingatkan polisi bahwa IAH, tersangka pelaku teror bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph di Medan, belum berusia 18 tahun. Maka dia masih tergolong anak di bawah umur sehingga harus diadili menurut sistem peradilan anak.

Ketua Kelompok Kerja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID Sumatera Utara, Muslim Harahap, menjelaskan bahwa IAH kini berusia 17 tahun 10 bulan. Dia genap berusia 18 tahun pada Oktober 2016. “Apa pun ceritanya, pelaku ini anak di bawah umur," kata Muslim kepada VIVA.co.id pada Rabu, 31 Agustus 2016.

Sesuai amanat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, proses hukum terhadap anak-anak pelaku tindak kriminal harus berdasarkan sistem peradilan anak, bukan sistem peradilan umum.

Muslim mengharapkan upaya hukum khusus terhadap IAH. Soalnya, pelaku masih anak-anak yang harus mendapatkan pembinaan, bukan hukuman secara formil.

"Makanya akan kami dampingi dengan berkoordinasi dengan Polresta Medan dan keluarga IAH. Untuk keluarga, sudah saya telepon. Untuk di Polres belum ada koordinasi, kita hargai dulu proses penyidikan sementara ini. Baru kami masuk untuk melakukan pendampingan," katanya.

IAH melakukan aksi teror bom di Gereja Santo Yoseph pada Minggu pagi, 28 Agustus 2016. Ia diketahui membawa ransel berisi bom rakitan.

Saat kejadian, bom yang dibawa IAH gagal meledak. Tasnya hanya mengeluarkan percikan api. IAH pun mengeluarkan senjata tajam dan menyerang pastor Albert Pandingan di dalam gereja itu.

Jemaat pun panik dan beberapa berhamburan keluar serta lainnya berupaya menghentikan aksi IAH. Bom tidak meledak dan berhasil dilumpuhkan lalu diserahkan kepada polisi. (ase)