KPK Sebut Izin Tambang di Indonesia Banyak yang Bermasalah

Ilustrasi/Tambang Ilegal Gunung Botak
Sumber :
  • Antara/Jimmy Ayal

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, bisnis pertambangan di Indonesia banyak bermasalah. Indikasinya bisa dilihat dari banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah.

Dari data KPK ada 4.000 IUP yang diduga bermasalah. Permasalahan ini diduga menyangkut banyak pihak, dari eksekutif dan legislatif tingkat daerah hingga pusat. "Jangan-jangan semua main mata, jangan-jangan ada suapnya, mulai dari pemberian izin dan proses produksinya dilaporkan hanya sedikit. Akhirnya kami berpendapat, KPK mesti beyond corruption, tidak bisa hanya bicara," kata Koordinator SDA Direktorat Litbang KPK, Dian Patria, Selasa, 30 Agustus 2016.

Dian menduga, banyaknya izin bermasalah disebabkan tidak adanya pengawasan dan sanksi. Hal itu menimbulkan kecurigaan adanya permainan yang dilakukan kepala daerah dengan pemilik izin tambang.

Selain itu, diduga penyelewengan di sektor pertambangan ini disengaja dengan membuat beberapa izin dibuat seolah-olah memenuhi aspek regulasi dan data administrasi. Namun, setelah dikaji, ditemukan banyaknya permasalahan dalam penerbitan izin, sehingga menimbulkan eksploitasi sumber daya alam tidak sesuai.

Beberapa persoalan dalam penerbitan izin misalnya, izin wilayah pertambangan masuk ke kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. Selain itu banyak perusahaan tidak membayar kewajiban berupa royalti yang sudah ditentukan.

Iuran tetap, jaminan reklamasi serta jaminan pasca ekplorasi dan ekspolitasi. KPK juga menemukan adanya permainan lain dimana satu izin usaha pertambangan memiliki lebih dari satu blok wilayah.

Dian juga mengungkapkan para kepala daerah seringkali berkelit dan tidak mau menyelesaikan masallah izin usaha pertambangan ini. Meski seringkali izin ini menjalar kemasalah sosial masyarakat yang berbuntut konflik.

"Kami minta pemberi izin menegakkan aturan dan sanksi. Ke Bupati dan Gubernur, tapi Bupati dan Gubernur beralasan pelaku usaha tidak pernah lapor, atau itu tanggung jawab Bupati atau Gubernur sebelumnya." 

(mus)