Didakwa Suap dan Pencucian Uang, Sanusi Tak Ajukan Eksepsi
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, tidak mengajukan keberatan (eksepsi) atas dua dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepadanya. Penasihat Hukum Sanusi, Krisna Murti mengatakan, sikap itu dilakukan agar sidang kliennya segera selesai.
"Kami ingin mempercepat proses peradilan ini. UU kan mengatur 90 hari sidang harus selesai. Jadi kami pikir ini untuk mempercepat saja," kata Krisna usai mendampingi Sanusi menjalani pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2016.
Meski demikian, kata Krisna, dakwaan yang disampaikan jaksa KPK dipandang sangat kabur dan tidak jelas. Khususnya menyangkut dugaan pencucian uang yang dilakukan Sanusi.
"TPPU ini contohnya (yang tidak jelas). Di sana disebutkan pihak-pihak lain, lah itu siapa aja? Sebutkan dong. Padahal, rekening-rekening lainnya disebut. Tinggal di pembuktian saja nanti kami kejar itu," kata Krisna.
Sanusi menyampaikan hal senada. Dia meminta doa agar dalam persidangan ini mampu membuktikan harta yang didapatnya adalah legal. "Doain saya bisa buktikan di pengadilan dengan saksi-saksi yang dihadirkan," ujarnya.
Untuk diketahui, jaksa KPK mendakwa Sanusi menerima suap Rp2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Pemberian suap itu dilakukan secara bertahap melalui Personal Assistant to President Director PT APL, Trinanda Prihantoro, untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Kemudian mengupayakan keinginan Ariesman yang juga menjabat Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudera, perusahaan pemegang persetujuan prinsip reklamasi Pulau G untuk dimasukkan ke dalam ketentuan pasal-pasal Raperda RTRKSP Jakarta yang diajukan Pemprov DKI Jakarta.
Kedua, jaksa juga mendakwa Sanusi melakukan pencucian uang Rp45,3 miliar dari rekanan, salah satunya dari mitra kerja yang mengerjakan proyek Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, Sanusi juga diduga menyimpan uang hasil tindak pidana senilai USD10.000 yang ditaruh dalam brankas rumahnya.
(mus)