Sanusi Juga Didakwa Pencucian Uang Rp45 Miliar
- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – Tak hanya didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur (Presdir) PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, mantan Ketua Komisi D DKI Jakarta, Mohamad Sanusi juga didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari tahun 2012 hingga 2015.
Jaksa Ronald F Worotikan memaparkan, Sanusi telah membelanjakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana Rp45.287.833.773, guna membeli tanah, bangunan, serta kendaraan, dan menempatkan USD10.000 dari hasil tindak pidana dalam brangkas di lantai 1 rumahnya di Jalan Siadi I No 23, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Padahal, kata Jaksa Ronald, berdasarkan surat keputusan pengangkatan menjadi anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta selama 2009- 2014 dan tunjangan Balegda sejak 2010 sampai April 2016, penghasilan keseluruhan Sanusi Rp 2.237.985.000. Adapun penghasilan lain dari PT Bumi Raya Properti sebesar Rp 2.599.154.602.
"Selama menjabat, terdakwa tidak pernah melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada KPK," kata Jaksa Ronald saat membacakan dakwaan M Sanusi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2016.
Dalam dakwaan sebelumnya, Mohamad Sanusi didakwa Penuntut Umum menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. Pemberian suap itu dilakukan secara bertahap melalui asisten pribadi Ariesman, yaitu Trinanda Prihantoro.
Menurut Penuntut Umum KPK, suap diberikan untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Selain itu, mengupayakan agar keinginan Ariesman masuk dalam ketentuan pasal dalam rancangan peraturan daerah yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, Ariesman juga diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudera, perusahaan pemegang persetujuan prinsip reklamasi Pulau G.
"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata Penuntut Umum KPK, Ronald F. Worotikan.
(mus)