Harta Gubernur Sultra Nur Alam Mencapai Rp30 Miliar
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA.co.id – Harta Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam yang dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai Rp30.956.084.995. Laporan itu berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya per tanggal 15 Oktober 2012, sebagaimana tercantum pada laman acch.kpk.go.id yang diakses VIVA.co.id, Rabu, 24 Agustus 2016.
Nominal tersebut terdiri dari harta bergerak dan tidak. Harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan mencapai Rp22.105.602.000, yang tersebar di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Sedangkan harta bergerak milik Nur Alam mencapai Rp2.010.000.000. Angka itu terdiri dari mobil Nissan Terrano 2001 seharga Rp150 juta, Toyota Corolla Altis tahun 2003 Rp100 juta, Suzuki Swift tahun 2008 seharga Rp110 juta, Mercedez Benz tahun 2008 senilai Rp800 juta, Toyota Alphard tahun 2006 seharga Rp350 juta dan Jeep Wrangler tahun 2010 seharga Rp500 juta.
Selain itu, Nur Alam dalam LHKPN juga menyebutkan memiliki sebuah perusahaan. Di antaranya, PT Rekayasa Inti Kandarindo yang penghasilannya pada tahun 1995 mencapai Rp100 juta dan PT Tamakalindo Puri Perkasa hasil sendiri perolehan tahun 1993 Rp125 juta.
Harta bergerak lainnya milik Nur Alam berjumlah Rp195 juta terdiri dari logam mulia dan barang seni, dan surat berharga tahun investasi 2006 senilai Rp80 juta. Adapun Giro dan setara kas lainnya Rp6.550.182.995. Pada laporan itu, Nur Alam juga menyebutkan bahwa dirinya memiliki piutang sebesar Rp 195.089.311 dan hutang kartu kredit Rp 209.700.000. Sehingga, total hartanya setelah dikurangi hutang Rp 30.956.084.995.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014. Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, juga diduga terkait penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
"Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Gubernur Sultra," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, Selasa, 23 Agustus 2016.
Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mus)
Laporan: Edwin Firdaus – Jakarta