Tak Elok Ganti UU Hanya Karena Ahok Ogah Cuti, Kata Mahfud

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai tidak logis alasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menguji Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait kewajiban cuti bagi petahana. Apalagi cuma karena khawatir APBD DKI menjadi kacau. 

"Kalau takut APBD kacau kalau ditinggalkan dia (Ahok), artinya Jakarta ini tidak baik secara keseluruhan dong! Masa ditinggal gubernur lalu APBD-nya kacau? Kan harus disumsikan bahwa pemerintah itu tetap jalan tanpa satu orang gubernur, karena prosedurnya ada (semua ada fungsi dan tugasnya)," kata Mahfud di kantor Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN), Senin 22 Agustus 2016. 

Menurut Mahfud, tidak elok bila karena alasan satu orang gubernur, peraturan perundang-undangan kemudian diubah. Terlebih peraturan cuti ini sudah melewati proses uji materi di MK sebelumnya, yang berlandaskan asas keadilan dan penjaminan hak konstitusi seseorang. 

Sebelumnya, dalam UU memang diwajibkan agar kepala daerah mundur dari jabatannya bila menjadi petahana dalam sebuah pemilu. Namun, dalam uji materi yang diajukan mantan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, Mahkamah Konstitusi memutuskan menggantinya dengan kewajiban cuti berdasarkan asas keadilan dan hak konstitusi kepala daerah menjabat lima tahun. 

"Jadi, ini sudah berlaku di mana-mana, sudah bertahun-tahun. Masa karena soal Jakarta 1 (Gubernur) kemudian UU diubah lagi? Kan negara tidak bergantung pada satu orang saja," ujar Ketua Umum APHTN-HAN itu.

Menurut Mahfud, aturan cuti yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Nomor 10 Tahun 2016, adalah suatu kewajiban dan bukan hak.

Laporan: Edwin Firdaus/ Jakarta

(ren)