Muhammadiyah Mencibir Publik yang Tolak Sekolah Sehari Penuh
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id - Kendati sebatas ide, wacana penerapan sistem sekolah sehari penuh yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, telanjur menjadi isu liar di masyarakat. Ada yang pro dan ada pula yang menolak ide itu.
Respons juga ditunjukkan pengelola sekolah di lingkungan Muhammadiyah, organisasi masyarakat Mendikbud Muhadjir mengabdi selama ini. Bahkan, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Kota Surabaya di Jalan Sutorejo, Surabaya, Jawa Timur, belasan kepala sekolah di bawah naungan Muhammadiyah melakukan pertemuan pada Kamis, 11 Agustus 2016.
Forum kepala sekolah itu membahas soal ide sekolah sehari penuh yang dilontarkan Menteri Muhadjir dan kemudian memancing reaksi beragam masyarakat. Forum kepala sekolah Muhammadiyah dilakukan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tentang ide itu.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya, Mahsun Jayadi, mengatakan bahwa pihaknya sebetulnya tidak terkejut dengan ide sekolah sehari penuh yang dimunculkan Menteri Muhadjir. "Sekolah-sekolah di Muhammadiyah sudah lama menerapkan sistem seperti itu," katanya.
Menurut Mahsun, sekolah sehari penuh dimaksud ialah tambahan waktu belajar untuk pendidikan nilai-nilai. Di sekolah Muhammadiyah, pendidikan tambahan itu ialah pendidikan akhlak. "Faktanya, di sekolah kami yang menerapkan sistem seperti itu adalah sekolah unggulan," ujarnya.
Di Surabaya, kata Mahsun, ada 28 SD, 18 SMP, dan 10 SMA yang berada di bawah naungan Muhammadiyah. Lebih separuh jumlah itu sudah menerapkan sekolah sehari penuh dan tidak bermasalah bagi perkembangan anak didik. "Itu belum yang TK, ada juga yang sudah menerapkan sekolah dari pagi sampai sore," katanya.
Wakil Ketua Muhammadiyah Jatim, Ahmad Nadjib, menambahkan bahwa heboh wacana sekolah sehari penuh hanya berputar di masalah penamaan. "Yang dimaksud Pak Menteri sebetulnya ialah tambahan waktu untuk ekstrakurikuler, pembinaan karakter. Itu juga disesuaikan dengan keunggulan lokal sekolah," ujarnya.
Nadjib bahkan menilai bahwa heboh sekolah sehari penuh lebih kental aroma politik daripada substansi ide positif Menteri Muhadjir. "Saya membaca komentar-komentar (menolak sekolah sehari penuh) itu tidak berkelas. Seolah-olah ini momentum untuk menyerang. Tapi tidak apa-apa, itu artinya banyak yang peduli," katanya.