Suku Enggano Desak Pengakuan Pemerintah
- VIVAnews/Harry Siswoyo
VIVA.co.id – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak pemerintah untuk memberikan pengakuan terhadap masyarakat Suku Enggano di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu. Dengan pengakuan itu, maka masyarakat adat akhirnya tidak lagi menjadi objek dalam pembangunan. Namun juga bisa memberi peran dalam pembangunan.
Ketua AMAN Bengkulu, Deftri Hamri dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, secara prinsip sebenarnya telah ada ketentuan konstitusi yang mengatur pengakuan terhadap masyarakat adat. Seperti dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Kemudian, dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 1, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 terkait hutan adat dan Peraturan Mendagri Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
"(Artinya) Ini perintah konstitusi. Sebab itu kami mendesak agar masyarakat adat di Enggano diakui," kata Deftri, Kamis 11, Agustus 2016.
Selama ini, kata Deftri, masyarakat adat di Enggano selalu terpinggirkan. Meski ada aktivitas pembangunan di pulau yang berjarak 12 jam perjalanan laut itu, namun faktanya justru merusak dan mengganggu eksistensi kawasan adat suku Enggano.
Ia mencontohkan, seperti program hak pengelolaan hutan, transmigrasi, dan rencana pembangunan peluncuran satelit LAPAN, rencana pembangunan rumah tahanan negara dan proyek-proyek lainnya.
"Ironisnya kebijakan pembangunan tersebut masih menjadikan masyarakat adat Enggano menjadi objek dari pembangunan, menjadi penonton dalam pembangunan yang dilakukan di wilayah adatnya," kata Deftri.
Untuk itu, ia mengingatkan sebagaimana rencana pemerintah setempat untuk menghadirkan sejumlah kementerian dalam peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus di Pulau Enggano, harus seiring dengan semangat untuk pengakuan terhadap masyarakat adat di Pulau Enggano.
"Momentum kehadiran lembaga negara ini hendaknya ikut mempercepat perintah konstitusi dalam mengakui dan melindungi masyarakat adat Enggano yang sampai hari ini masih mereka perjuangkan." (mus)