KPK Sebut Aguan Sanggupi Uang Rp50 Miliar untuk DPRD DKI

Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusum
Sumber :
  • ANTARA/M Agung Rajasa

VIVA.co.id - Penuntut Umum pada KPK meyakini bahwa mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, telah memberikan suap Rp2 miliar kepada Mohamad Sanusi selaku Ketua Komisi D sekaligus anggota Balegda DPRD DKI Jakarta.

Ariesman, selaku Presiden Direktur Agung Podomoro Land dan Direktur Utama PT Muara Wisesa, disebut memberikan suap kepada Sanusi untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Serta agar Sanusi mengubah mengenai kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang dibebankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada pemegang izin reklamasi. Kontribusi tambahan itu menjadi salah satu poin yang dimasukan dalam Raperda.

Ternyata, tidak hanya Ariesman, Bos Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan, juga disebut mempunyai kepentingan yang sama. Menurut penuntut umum, Aguan juga merasa keberatan dengan besaran 15 persen Kontribusi Tambahan.

PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu yang memiliki izin reklamasi, disebut telah membayar kontribusi tambahan meski payung hukumnya yakni Perda belum disahkan. Kontribusi tambahan telah dibayarkan Kapuk Naga Indah berupa pembangunan rumah susun senilai Rp180 miliar serta pembangunan infrastruktur di Jakarta senilai Rp40 miliar.

Namun, Kapuk Naga Indah tetap mengalami kendala membangun di tanah reklamasi, lantaran payung hukumnya belum ada. "Sehingga, KNI (Kapuk Naga Indah) maupun MWS (Muara Wisesa Samudera) sangat berkepentingan terhadap disahkannya Raperda tata ruang yang sedang dibahas Balegda," kata Jaksa Asri Irwan, saat membacakan analisis Yuridis surat tuntutan Ariesman dan Trinanda di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 10 Agustus 2016.

Penuntut umum menyebut, guna mempercepat pembahasan Raperda, ada pertemuan yang dilakukan di rumah Aguan pada bulan Desember 2015. Pertemuan itu dihadiri oleh Aguan dan Ariesman, serta Ketua DPRD, Prasetyo Edi Marsudi dan beberapa anggota DPRD yakni M. Taufik, Sanusi, Mohamad Sangaji serta Selamat Nurdin.

Pada pertemuan itu, Ariesman dan Aguan meminta Sanusi menjelaskan prosedur pembahasan Raperda, dan meminta agar para anggota DPRD DKI Jakarta melalui sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahannya.

Penuntut umum menyebut hal tersebut didukung keterangan Budi Nurwono. Budi pada keterangannya dalam BAP menerangkan "... Pada waktu itu seingat saya, sdr Aguan mengatakan bahwa untuk membahas percepatan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis pantai utara Jakarta ini dari DPRD DKI Jakarta mengatakan agar menyiapkan Rp50 miliar. Sdr Aguan menyanggupi sebesar Rp50 miliar untuk anggota DPRD DKI Jakarta, kemudian sdr Aguan bersalaman dengan seluruh yang hadir".

Budi tidak hadir dalam persidangan, dan hanya keterangannya dalam BAP yang dibacakan. Budi pun diketahui meminta pencabutan keterangan dalam BAP-nya. Termasuk keterangan bahwa dia ikut hadir dalam pertemuan di rumah Aguan, serta keterangan mengenai permintaan uang kepada Aguan atau Ariesman.

Namun, penuntut umum menilai pencabutan keterangan itu tidak bisa diterima karena tidak beralasan menurut hukum.

Terkait poin Kontribusi Tambahan sebesar 15 persen dikali NJOP dikali luas wilayah reklamasi yang dapat dijual, Aguan disebut sempat tidak mempermasalahkannya. Namun Aguan mempermasalahkan mengenai penetapan NJOP yang nantinya akan mempengaruhi jumlah Kontribusi Tambahan yang harus dibayar pengembang.

Aguan kemudian meminta DPRD untuk mengubah formulasinya melalui Prasetyo Edi dan M. Taufik agar mengusulkan agar penetapan NJOP nantinya sebesar Rp3 juta per meter, bukan Rp10 juta sebagaimana simulasi yang dipaparkan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

Atas perbuatannya yang dinilai terbukti menyuap Sanusi, Ariesman dituntut pidana penjara selama 4 tahun. Dia juga dituntut membayar denda Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan.

(ren)