IPW Kecam Pelaporan Haris Azhar ke Bareskrim

Kontras Peringati Human Rights Day
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mengecam keras rencana Polri memanggil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar sehubungan kasus nyanyian Freddy Budiman, sebelum dieksekusi mati.


Menurut Neta, pemanggilan itu tidak memiliki dasar hukum dan hanya menunjukkan arogansi Polri yang antikritik serta tidak mau berubah atau tidak mau melakukan revolusi mental, sementara jumlah anggota Polri yang terlibat narkoba terus bertambah.


Rencana pemanggilan itu sehubungan adanya laporan institusi tertentu terhadap Haris, yaitu pencemaran nama baik yaitu Pasal 310 ayat (1) KUHP dan Pasal 207 KUHP.


"Pasal itu menjelaskan bahwa arti dari menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Dalam kasus Freddy, Haris tidak pernah menyebut nama seseorang sehingga tidak ada nama baik yang dirusak," kata Neta kepada
VIVA.co.id
, Rabu 3 Agustus 2016.


Neta mempertanyakan rangkaian kata Haris yang bersifat menghina. "Bukankah Haris hanya memaparkan agar ada perbaikan moralitas atau revolusi mental di jajaran aparatur sehingga peredaran narkoba di negeri ini bisa benar-benar diberantas," ujar dia.


Neta menyebut, pemerintah justru harus berterimakasih kepada Haris yang mau membuka pengakuan Freddy. Meskipun pengakuan itu tanpa bukti, tapi apa yang dipaparkan Haris sudah menjadi rahasia umum yang harus dihentikan pemerintah, agar aparaturnya tidak bermain-main lagi dengan narkoba maupun bandar narkoba, mengingat negeri ini sudah sangat darurat narkoba.


Bahkan, Neta menyebut, ketimbang memeriksa Haris, Polri dan BNN lebih baik memeriksa oknum BNN yang mendatangi Freddy ke Nusakambangan dan 'mengutakatik' kamera pengawas atau CCTV.


"Tentu banyak saksi yang melihat kedatangan oknum itu dan CCTV pun bisa menjadi barang bukti, untuk kemudian kekayaan oknum bersangkutan ditelusuri, apakah ada kaitannya dengan Freddy," ucapnya.


Neta menegaskan, bagaimana pun aksi kolusi para bandar narkoba dengan aparatur harus diperangi dan Polri harus menjadi ujung tombaknya. "Dengan membungkam Haris, sama artinya Polri melindungi oknum-oknum yang memanfaatkan institusinya untuk berkolusi dengan bandar narkoba dan memperkaya diri," kata dia.

Haris Azhar sebelumnya dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi elektronik di media sosial. Laporan itu terkait penyampaian Haris atas testimoni terpidana mati Freddy Budiman yang menyinggung institusi Polri, BNN dan TNI.

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agus Andrianto telah membenarkan mengenai laporan tersebut.

Namun, Agus membantah bahwa polisi sudah menetapkan Harris Azhar sebagai tersangka terkait laporan tersebut. Menurut dia, polisi saat ini masih dilakukan pendalaman dan memeriksa saksi terlebih dahulu. "Belum lah, terlalu cepat kalau menetapkan seseorang jadi tersangka," ujar Agus.


Sementara itu, Haris Azhar saat dikonfirmasi membenarkan telah dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik dan ITE. "Sepertinya seperti itu, menggunakan Undang-Undang ITE Pasal 27 kalau enggak salah. Saya dilaporkan dengan pasal tersebut," kata Haris kepada tvOne.


Meski demikian, Haris mengaku belum mendapatkan informasi resmi atas pelaporan tersebut. Termasuk kelengkapan administrasi yang sepatutnya dilakukan sesuai hukum acara.


Seperti diketahui, jelang detik-detik eksekusi, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mem-posting tulisan di akun resmi Facebook maupun Twitter KontraS. Kesaksian itu berjudul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit'.


Dalam tulisan itu antara lain memuat tentang pengakuan Freddy telah memberi uang Rp450 miliar ke BNN, Rp90 miliar ke pejabat tertentu Polri, dan menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua. Itu semua diakui Freddy dilakukan selama dia menyelundupkan narkoba bertahun-tahun.


Masih dalam tulisan itu disebutkan juga Freddy berangkat bersama petugas BNN ke pabrik yang memproduksi narkoba di China.