Kisah Santri Surabaya Melawan Penjajah lewat Lagu
Sabtu, 30 Juli 2016 - 19:06 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id - Dahulu, banyak organisasi dibentuk untuk menggalang rakyat melawan penjajah. Di antaranya organisasi bernama Nahdlatul Wathan (NW). Dipelopori sejumlah ulama muda di Surabaya pada 1916, organisasi itu jadi tonggak tumbuhnya nasionalisme di kalangan warga muslim.
NW berdiri pada tahun 1916. Belum diketahui pasti tanggal dan bulan pastinya. Namun, berdasarkan catatan penyerahan gedung wakaf dari beberapa saudagar muslim untuk Madrasah Nahdlatul Wathan di Jalan Kawatan VI/22 Surabaya yang VIVA.co.id peroleh saat ke sana pada Kamis, 28 Juli 2016, disebutkan bahwa NW berdiri pada 10 November 1916.
Cerita NW bermula ketika KH Abdul Wahab Chasbullah (Mbah Wahab) muda menikah dengan putri Kiai Musa dari Kertopaten, Surabaya, bernama Maimunah sekitar tahun 1914. Di Kota Surabaya, kiai muda asal Jombang itu bergelut di dunia pendidikan dan kemasyarakatan.
Selama di Surabaya, Mbah Wahab intensif berkomunikasi dengan tokoh pergerakan lain masa itu, seperti HOS Tjokroaminoto, dr Soetomo, Kiai Ahmad Dahlan Kebondalem, Kiai Ridwan Abdullah Bubutan, Raden Panji Soeroso, arsitek Soenjoto, KH Mas Mansur, dan saudagar muslim terkenal kala itu, Haji Abdul Qahar.
Sejak Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1612, Surabaya menjadi kota pusat perdagangan dunia. Kota itu pun menjadi daerah multietnis. Mereka kebanyakan pedagang yang kemudian bermukim di Surabaya.
"Warga keturunan Eropa, China, India, Melayu, sudah ada menghuni Surabaya," kata Choirul Anam, penulis buku sejarah Nahdlatul Ulama (NU) dalam acara Satu Abad Nahdlatul Wathan, di Gedung Museum NU di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 30 Juli 2016.
Sekolah kebangsaan
Hal yang membuat prihatin Kiai Wahab dan kawan-kawan waktu itu, sementara warga asing mendapatkan akses hidup terbuka, di sisi lain warga pribumi sangat terbatas. Warga pribumi di Surabaya kala itu hanya jadi kuli. Begitu juga di bidang pendidikan, akses untuk bersekolah hanya diperoleh anak-anak keturunan Eropa dan lainnya.
Kiai Wahab lantas mengajak kawan-kawan sepergerakannya itu untuk membuat sekolah kebangsaan bernama Nahdlatul Wathan. Selain pengajaran agama, juga disisipkan pengetahuan umum, juga kursus-kursus keguruan. "Sekolah Nahdlatul Wathan mendapatkan badan hukum atau Rechtspersoon pada tahun 1916," kata Anam.
Di madrasah itulah nasionalisme ditanamkan kepada murid oleh Kiai Wahab dan kawan-kawan, dengan spirit keagamaan. Hal yang menarik, untuk menghunjamkan semangat kebangsaan pada jiwa murid, sebuah lagu berbahasa Arab dan terjemahannya dibikin oleh Kiai Wahab.
Lagu itu selalu dinyanyikan ketika kegiatan belajar-mengajar di sekolah Nahdlatul Wathan akan dimulai. Lagu itu berjudul Hubbul Wathan atau Cinta Tanah Air. Belakangan, lagu itu populer di kalangan kaum santri dan dinyanyikan beberapa penggal bait berikut terjemahannya.
Syair lagu Hubbul Wathan
Yaa ahlal wathon yaa ahlal wathon Yaa ahlal wathon
Hubbul wathon minal iman
Walaa takun minal hirmaan
Inhadluu Ahlal Wathon (dua kali)
Induunisiyyaa Biilaadii
Anta 'Unwaanul Fakhomaa
Kullu Man Ya'tiika Yaumaa
Toomihan Yalqi Himaamaa
Baca Juga :
Pusaka hati wahai Tanah Airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai, Bangsaku
Indonesia negeriku
Engkau panji martabatku
Siapa datang mengancammu
'Kan binasa di bawah dulimu
Gedung saksi sejarah
Sebagai kota berjuluk Kota Pahlawan, Surabaya memiliki banyak gedung bersejarah. Salah satunya ialah gedung Nahdlatul Wathon di Jalan Kawatan VI Nomor 22 itu. Gedung itu jadi saksi sejarah bangkitnya gerakan nasionalisme di kalangan muslim Indonesia jelang kemerdekaan.
Gedung bertingkat dua itu berdiri di tengah perkampungan padat. Di pintu depan, menempel papan nama kayu bertulisan Gedung Waqfiyah Nahdlatul Wathon. Tujuh ruangan besar ada di gedung berasitektur Eropa kuna itu. Tiga ruangan di lantai dasar dan empat ruangan di lantai dua. Masing-masing ruangan memiliki pintu besar-besar berbahan kayu.
Bentuk asli bangunan dibiarkan seperti saat awal berdiri seabad silam. Hanya warna catnya yang diubah. Jendelanya dicat hijau. Sementara dinding bangunan dipoles dua warna, bagian atas kuning pucat dan hijau di bagian bawah.
"Bentuknya tidak boleh diubah sama Pemkot, karena gedung ini masuk cagar budaya," kata Muhammad Akib, Kepala SMP Wachid Hasyim 4, sekolah yang kini menempati gedung itu, ditemui VIVA.co.id di Gedung Nahdlatul Wathon, Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 28 Juli 2016.
Dia lantas mengeluarkan secarik kertas yang menandai sejarah berdirinya gedung itu. Akib menceritakan, gedung itu buah dari rembuk-rembuk empat saudagar muslim yang bermukim di Surabaya pada tahun 1914. "Dalam surat ini mereka berempat disebut orang kaya di Surabaya," ujarnya.
Mereka ialah Haji Abdul Kahar dari Pasar Besar, Haji Dahlan dari Ketapang, Haji Abdul Manan dari Bubutan, dan Haji Ibrahim (tidak disebutkan asal kecamatannya di Surabaya). "Empat orang ini sepakat bangun gedung untuk madrasah Nahdlatul Wathon dan tidak boleh disewakan," kata Akib.
Kini, gedung itu dipakai dua yayasan, yakni Yayasan Halimah yang menaungi Taman Kanak-kanak (TK) dan SD, serta Yayasan Wachid Hasyim yang menaungi SMP Wachid Hasyim 4 Surabaya. Dua yayasan itu di bawah koordinasi Lembaga Pendidikan Maarif NU Surabaya.
Dalam berbagai literatur sejarah, gedung itu merupakan penanda bangkitnya gerakan cinta Tanah Air atau Nahdlatul Wathon, organisasi sosial yang berkonsentrasi di bidang pendidikan yang didirikan ulama muda Surabaya kala itu. Nahdlatul Wathon didirikan untuk menggelorakan nasionalisme di lajur pendidikan.