Penerbangan Sipil di Halim Ancam Pertahanan Udara Nasional
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Penggunaan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial belakangan ini menyisakan berbagai persoalan. Pasalnya, selain digunakan sebagai penerbangan sipil, Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma ini juga digunakan sebagai markas Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) TNI AU.
Mantan Kepala Staf TNI AU, Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengatakan penggunaan pangkalan udara militer untuk kepentingan komersil telah merugikan sistem keamanan dan pertahanan militer udara nasional.
Menurut Chappy, dengan keberadaan maskapai penerbangan sipil di Bandara Halim Perdanakusuma, otomatis menambah padatnya lalu lintas udara di Halim, yang biasanya hanya digunakan oleh pesawat-pesawat militer dan VVIP.
"Ini harus diperhatikan. Karena setiap negara membutuhkan pelabuhan udara (airport) baik untuk sipil maupun militer. Tapi sistem security dan safety harus betul-betul diperhitungkan," kata Chappy Hakim dalam peluncuran buku "Sengketa Di Lanud Halim Perdanakusuma" di Klub Eksekutif Persada, Jakarta Timur, Jumat 29 Juli 2016.
Ia menyarankan, pangkalan udara militer sebaiknya tidak disatukan dengan penerbangan komersil. "Sebuah negara yang kuat harus memiliki pangkalan udara militer yang kuat pula," ujarnya.
Argumentasi Chappy bukan tanpa alasan. Pada 4 April 2016 lalu, sempat terjadi insiden pesawat Batik Air jenis Boeing 737-800 dengan nomor registrasi PK-LBS bertabrakan dengan pesawat TransNusa dengan jenis ATR 42 seri 600. Kecelakaan tersebut menyebabkan ekor dan sayap pesawat ATR rusak, dan Batik Air mengalami kerusakan bagian sayap kiri.
"Incident seperti ini yang harus diperhatikan. Apalagi kalau ini terjadi di pangkalan udara militer kita," lanjut dia.
(ren)