Syafii Maarif: Keluarga Teroris Ditembak Mati Harus Dihidupi
Kamis, 28 Juli 2016 - 12:36 WIB
Sumber :
- maarifinstitute.org
VIVA.co.id - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengingatkan pemerintah tentang pentingnya mengatasi permasalahan terorisme dari dasarnya, yakni kesenjangan ekonomi dan sosial. Penanggulangan terorisme tak melulu penindakan, seperti menembak mati teroris.
Baca Juga :
Menurut dia, pemberantasan terorisme dengan pendekatan militer hanya akan memunculkan teroris-teroris baru. Mereka yang bersimpati kepada teroris yang ditembak mati akan menjadi teroris baru. Pada saat yang sama, kehidupan ekonomi mereka tidak baik.
Buya Syafii (panggilan akrabnya) mencontohkan situasi setelah Santoso, pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur, ditembak mati oleh aparat. Sebagian warga masyarakat bersimpati kepada Santoso, bahkan mengidolakannya.
"Santoso telah ditembak mati namun muncul santoso-santoso lain, bahkan ada masyarakat yang mengidolakan Santoso,” kata Buya Syafii dalam sebuah diskusi tentang gerakan radikal dan terorisme di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis, 28 Juli 2016.
Guru Besar UMY itu menilai, permasalahan hulu yang belum disentuh pemerintah adalah kesenjangan ekonomi yang cukup jauh di masyarakat. Kelompok teroris dengan keahliannya mudah sekali merekrut kader-kader baru.
Buya Syafii mengaku pernah berdiskusi dengan Tito Karnavian (Kepala Polri) saat jenderal itu menjabat Kepala Badan Penanggulangan Terorisme. Tito, katanya, mengakui potensi besar muncul kader-kader teroris atau kelompok radikal setelah teroris yang sesungguhnya ditembak mati.
Masalah lain yang belum disentuh adalah keluarga atau istri dan anak dari teroris yang ditembak mati atau dipenjara. Sebagian dari mereka menggantungkan hidup dari suaminya. Kehidupan ekonomi mereka yang tak diperhatikan pemerintah dapat memicu kebencian dan berpotensi melahirkan kader baru teroris.
"Selama keadilan sosial bagi seluruh masyarakat belum dirasakan, maka terorisme masih sulit diberantas," kata Buya Syafii.
Saat kesenjangan sosial-ekonomi masih tinggi, sementara akses informasi sangat mudah, situasi itu dimanfaatkan pelaku terorisme untuk menyebarkan paham radikal melalui dunia maya, seperti media sosial.
"Masa ada anak muda yang mengidolakan Santoso, seorang teroris yang warga Magelang dan dulunya hanya buruh bangunan. Anak muda ini dapat informasi dari dunia maya yang sangat mudah diakses."
(mus)