Warga Filipina Terpidana Mati Bersiap Ajukan Lagi PK

Terpidana mati asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso.
Sumber :
  • REUTERS/Ignatius Eswe

VIVA.co.id - Pemerintah segera melaksanakan eksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Sejumlah narapidana yang divonis hukuman mati sudah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan.

Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina, yang lolos eksekusi mati pada tahun 2015, dipastikan tidak masuk dalam deretan terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. Mary Jane masih mendekam di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, dan masih menunggu proses hukum perekrutnya di Filipina.

"Masih menunggu proses hukumnya yang sedang berlangsung di Filipina. Kami belum bisa memastikan kapan proses hukumnya selesai di negara Filipina," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Tony Tribagus Spontana, pada Selasa, 26 Juni 2016.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, Pramono, meyakinkan bahwa Mary Jane dalam kondisi sehat. Ia tetap melakukan kegiatan yang diberikan pihak penjara. Hobi olahraganya adalah voli. 

Menurut Agus Salim, kuasa hukum Mary Jane, meski upaya grasi dan pengajuan peninjauan kembali (PK) telah ditolak, usaha membebaskan perempuan itu dari hukuman mati tetap diupayakan. Tim pengacara akan mengajukan lagi PK kepada Mahkamah Agung.

"Nanti setelah sidang perekrut Mary Jane di Filipina, maka kami akan mengajukan PK baru hasi novum persidangan perekrut Mary Jane di Filipina," kata Agus.

Hukuman mati ditunda

Mary Jane adalah warga Filipina yang terancam hukuman mati. Dia divonis hukuman mati karena tertangkap membawa 2,6 kilogram heroin pada 2010. Tapi banyak yang percaya wanita 30 tahun itu tidak bersalah dan hanya korban perdagangan orang.

Pelaksanaan hukuman mati Mary Jane ditunda karena proses hukum baru di negaranya. Seorang perekrut Mary Jane untuk menjadi pekerja rumah tangga di sana, yaitu Kristina, menyerahkan diri kepada polisi setempat. Kristina masih diadili terkait kasus perdagangan manusia dan kesaksian Mary diperlukan.

Penyidik Filipina hingga kini belum menginterogasi perempuan ibu dua anak itu. Padahal, kejaksaan sudah menyiapkan beberapa opsi untuk permintaan itu, antara lain, pertanyaan secara tertulis, penyidik langsung bertanya dan melalui telekonferensi.

Final

Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, mengingatkan kembali masyarakat bahwa hukuman mati pada Mary Jane sudah final alias tak dapat diubah karena grasinya ditolak Presiden Joko Widodo. Pelaksanaan eksekusi mati Mary Jane hanya ditunda, bukan dibatalkan.

Jaksa Agung menjelaskan bahwa memang ada peluang hukuman terhadap Mary Jane berubah, yakni ada novum atau bukti baru yang belum pernah dihadirkan dalam persidangan.

Itu merujuk pada alasan Mary Jane yang mengaku sebagai korban perdagangan orang, kemudian dimanfaatkan sindikat narkoba untuk menyelundupkan heroin ke Indonesia.

Pengakuan Mary Jane sejauh ini baru didukung fakta bahwa ada seorang yang mengaku sebagai perekrut, yakni Kristina, yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina. Proses hukum atas Kristina masih berjalan, namun belum menyentuh pada kasus Mary Jane di Indonesia.

Menurut Jaksa Agung, kalau kelak terungkap fakta baru bahwa Mary Jane hanya korban sindikat narkoba, dia dapat mengajukan gugatan peninjauan kembali atau memohon grasi kepada Presiden. Fakta hukum berkaitan dengan Kristina dapat dijadikan dasar sebagai novum.

“Kalau nantinya dia punya semacam novum dia korban perdagangan manusia, itu mungkin saja dijadikan alasan dia untuk mengajukan grasi atau PK (peninjauan kembali). Tapi tidak akan menggugurkan vonis yang sudah ada," kata Jaksa Agung di Jakarta pada Jumat, 10 Juli 2015.

"(Peluang hukuman Mary Jane) berubah, mungkin iya, kalau memang ada novum. Tapi membuat Mary Jane bebas, saya rasa tidak,” katanya.