MA Didesak Perbaiki Administrasi PK Terpidana Mati

Logo Mahkamah Agung.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu

VIVA.co.id – LSM pemerhati hukum dan keadilan, Institute for Criminal Justice Reform, meminta Parlemen segera memanggil Mahkamah Agung, terkait proses hukum terpidana mati.

Sebagai lembaga pengawas yang bermitra dengan Mahkamah Agung, DPR perlu meminta keterangan dan pertanggungjawaban resmi terkait berbagai tindakan yang disebut ICJR sebagai 'sewenang-wenang'.

Tindakan ini adalah pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terhadap aturan pengajuan Peninjauan Kembali, serta masalah administrasi pengadilan.

Sampai saat ini, MA belum mencabut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014, yang membatasi pengajuan Peninjauan Kembali. Padahal, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan tiga putusan yang menyatakan pembatasan itu bertentangan dengan konstitusi.

"ICJR juga meminta MA menghormati putusan MK dengan segera mencabut SEMA 7 Tahun 2014," ucap Supriyadi W. Eddyono, Direktur Eksekutif ICJR, dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 26 Juli 2016.

Sementara itu, terkait administrasi pada sistem peradilan, ICJR merujuk kasus terpidana mati Zainal Abidin. Peninjauan Kembali yang Zainal ajukan tak kunjung ditangani selama 10 tahun, karena berkasnya terselip di Pengadilan Negeri Palembang.

Terhadap masalah ini, pada Mei 2015, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali melontarkan kritik keras. "Sayangnya kritik Hatta Ali ini dilontarkan pasca Zainal Abidin dieksekusi mati oleh rezim Presiden Joko Widodo," ucap Supriyadi.

Kritik itu pun menguap cepat, karena setahun setelah masalah berkas yang terselip itu, tidak ada satu pun lembaga, baik Mahkamah Agung, DPR atau pemerintah, yang meminta penjelasan dan membuka alasan terbengkalainya berkas tersebut..

Pada 21 April 2015, berkas itu didistribusikan ke Hakim Agung M. Syarifuddin, Hakim Agung M. Desnayeti, dan Hakim Agung Surya Jaya. Namun, sebelum ada keputusan hakim, Zainal telah dipindah ke ruang isolasi. Pemindahan ini menandakan Zainal sebagai salah satu terpidana mati yang akan dieksekusi.

"Dalam hitungan yang sangat cepat dan tidak wajar untuk pemeriksaan PK di MA, PK Zainal Abidin diputus pada 27 April 2015, hanya 2 hari sebelum eksekusi dilakukan," ungkap Supriyadi. 

ICJR juga mendorong agar kejadian yang menimpa Zainal Abidin tidak lagi terjadi, maka pemerintah harus berhati-hati dalam memastikan proses hukum para terpidana mati, kondisi yang menimpa Zainal Abidin menunjukkan bukti lemahnya peradilan pidana di Indonesia untuk memastikan hak-hak terpidana mati untuk diperlakukan secara adil. (ase)