Pamor Sukarno dan Surabaya sampai Negeri Teluk Aden
- VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id - Kota Surabaya di Jawa Timur menjadi tuan rumah penyelenggaraan The Third Preparatory Committee United Nations for Habitat pada 25-27 Juli 2016. Hajatan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu diikuti 4.400 peserta dari 167 negara.
Konferensi Ketiga Habitat itu membahas rancangan agenda baru perkotaan. Pembahasan berfokus pada perumahan dan perkotaan berkelanjutan serta perubahan iklim.
Nama Surabaya sebagai sebuah kota besar rupanya sudah cukup dikenal masyarakat dunia. Selain karena posisinya sebagai salah satu kota utama di Indonesia, juga disebabkan pembangunan infrastrukturnya.
Namun rupanya ada sebagian orang yang mengenal Surabaya tidak hanya karena pembangunan infrastrukturnya, melainkan sisi sejarahnya. Salah satunya adalah Mohammed Abdillah, peserta konferensi itu delegasi dari negara Djibouti.
Djibouti adalah sebuah negara yang terletak di Afrika Timur, persisnya di Teluk Aden, pintu masuk Laut Tengah. Negara itu merdeka pada 27 Juni 1977. Dulu dikenal sebagai Tanah Somalia Perancis atau Afar dan Assa lalu berubah menjadi Djibouti. Bertetangga dengan Ethiopia di selatan dan Somalia di tenggara.
Abdillah mengaku mengenal Surabaya sebagai kota kelahiran Proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno. Menurutnya, Sukarno adalah sosok presiden dan pemimpin yang luar biasa.
“Sukarno pria yang besar. Saya cinta dia,” kata Abdillah, dalam bahasa Inggris, kepada wartawan saat ditemui di sela-sela konferensi itu di Hall Exhibition Grand City, Surabaya, pada Senin, 25 Juli 2016.
Abdillah berterus terang baru kali pertama datang ke Surabaya. Kota Surabaya, katanya, sangat maju dan bisa disejajarkan dengan kota-kota besar di dunia. “Menurut pendapat saya, Surabaya itu seperti Tokyo, Hong Kong, atau Roma di Italia,” ujarnya.