Kasus Siswa Dicubit Guru Berakhir Damai
- Antara/Septianda Perdana
VIVA.co.id – SS (15 tahun), korban sanksi cubit oleh Muhammad Samhudi (46), guru SS di SMP Raden Rachmat, Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, meneruskan studinya. Tapi, karena trauma, SS pindah sekolah ke Persit Kartika Surabaya. Ini sekolah yang mayoritas muridnya anak tentara.
Yuni Kurniawan, orang tua SS, mengatakan bahwa anaknya kini masih trauma setelah disanksi cubit, apalagi beritanya jadi heboh setelah gurunya, Samhudi, diadili di Pengadilan Negeri Sidoarjo. "Dia masih trauma," katanya usai mengikuti sidang perkara itu di PN Sidoarjo, Kamis, 14 Juli 2016.
Yuni tak ingin proses belajar-mengajar anaknya terganggu gara-gara kasus tersebut. Atas alasan itulah SS dipindahkan dari SMP Radeng Rachmat ke SMP Persit Kartika Surabaya. "Apa pun akan saya lakukan untuk anak saya," katanya.
Yuni mengaku pada prinsipnya ia tidak ingin membesarkan dan memperuncing masalah terkait sanksi yang dijatuhkan Samhudi terhadap anaknya. Karena itu ia langsung menerima ketika proses perdamaian dilakukan antara dirinya dengan Samhudi. "Bukan untuk mencari kemenangan," ujarnya.
Memang, setelah perkara ini heboh, perdamaian digelar antara keluarga SS selaku korban dengan guru Samhudi selaku terdakwa sebelum Lebaran. Disaksikan Wakil Bupati Sidoarjo, Komandan Distrik Militer Sidoarjo, keduanya sepakat damai. Yuni sendiri merupakan anggota TNI AD dari Kesatuan Intel Kodim 0817/Gresik.
Perkara 'guru cubit siswa' ini terjadi pada Februari 2016 lalu. Samhudi selaku guru agama di SMP Raden Rachmat Balongbendo menjatuhkan sanksi buka baju dan sepatu, memukul lengan, dan mencubit tangan SS dan temannya satu sekolah, karena tidak melaksanakan Salat Duha.
Samhudi sudah diadili di PN Sidoarjo. Oleh Jaksa Penuntut Umum, ia dituntut hukuman penjara selama enam bulan dengan masa percobaan setahun. Samhudi dinilai melanggar Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak.
(ren)