Lima Pekerjaan Rumah Kapolri Baru Jenderal Tito Karnavian

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Jenderal Badrodin Haiti
Sumber :

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo telah resmi melantik Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai Kepala Kepolisian RI di Istana Negara siang ini, Rabu, 13 Juli 2016. Segudang pekerjaan rumah sudah menanti Jenderal Tito Karnavian. Baik yang belum diselesaikan Kapolri sebelumnya, maupun tantangan ke depan.

Menurut Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi, pekerjaan rumah dan tantangan tersebut meliputi penataan internal, pemberantasan terorisme, penindakan kelompok aksi intoleran dan anti Pancasila, implementasi pemolisian masyarakat dan hubungan polisi dan publik serta pengawasan kinerja efektif kepolisian

Pertama, pekerjaan rumah yang akan dihadapi Tito terkait dengan penataan internal Polri. Dia pun berharap, Kapolri baru harus mampu menata kelola internal dalam ruang gerak yang sama untuk memastikan terselenggaranya Harkamtibmas dan keamanan dalam negeri serta pelayanan publik bidang Kepolisian yang prima.

"Hal ini berkaitan dengan tata kelola pendidikan dan pelatihan, penyebaran SDM yang efektif, termasuk di dalamnya kenaikan pangkat dan promosi yang tidak hanya memperhatikan kedekatan dengan pimpinan dan tour of duty tapi juga rekam jejak yang baik," kata Muradi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 13 Juli 2016.

Kedua, pemberantasan terorisme harus tetap menjadi konsen Kapolri baru. Selain karena jaringan Santoso belum sepenuhnya tertangkap dan masih banyak potensi ancaman terorisme di Tanah Air.

"Kapolri baru juga dihadapkan pada menguatnya jejaring baru dalam bentuk dan karakteristik dan figur baru seperti Katibah Nusantara (KN) yang jejaringnya lebih massif dari jaringan Santoso. Akan baik jika setelah Santoso tertangkap atau terbunuh, maka bidikan berikutnya adalah menghajar kelompok KN yang juga telah berbaiat ke ISIS," ujar dia.

Selanjutnya, penertiban kelompok intoleran dan anti Pancasila adalah tantangan dan pekerjaan rumah kapolri baru yang ketiga. Sejauh ini, adanya SE Kapolri terkait dengan ujaran kebencian dianggap belum cukup efektif untuk menggerakkan pimpinan Polri di level kabupaten atau kota dan provinsi untuk menindak perilaku kelompok intoleran dan anti-Pancasila tersebut.

"Sehingga Kapolri baru harus bisa menegaskan bahwa kelompok-kelompok intoleran dan anti Pancasila tersebut telah membuat stabilitas keamanan dalam negeri terganggu sehingga secara efektif harus ditertibkan," ucapnya.

Keempat, implementasi pemolisian masyarakat dan pola hubungan antara polisi-publik akan sangat mempengaruhi arah gerak keberhasilan Kapolri baru ini. Akan baik apabila Tito juga mengefektifkan program polisi masyarakat agar terbangun hubungan yang baik antara polisi dan publik.

"Sejauh ini program tersebut tidak berjalan efektif dan massif. Padahal dalam konteks Kepolisian modern, polmas dan pola hubungan antara polisi dan publik akan memberikan pondasi keberhasilan bagi program-program Kepolisian. Salah satu yang mungkin patut dicoba adalah pengefektifan pemasangan CCTV terintegrasi dengan publik dan pemerintah daerah. Karena ada pendekatan partisipatif antara Polri, Pemda dan warga," sebutnya.

Kelima, adalah mekanisme pengawasan kinerja polri. Pada titik ini lanjut Muradi, Tito bisa menegaskan mekanisme internal atas kinerja Kepolisian bisa diefektifkan.

"Hal ini berbasis pada keyakinan bahwa kinerja Polri akan baik dan terawasi secara efektif manakala internal Polrinya lebih responsif atas kemungkinan kinerja yang tidak cukup baik di mata publik," imbuhnya.