Jabatan Dicopot, Bupati Ogan Ilir Gugat Mendagri ke PTUN

Sejumlah petugas mengawal Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi (kedua kanan).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA.co.id – Bupati Ogan Ilir, Noviadi Mawardi (Ovi) menggugat Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut karena Ovi yang baru menjabat beberapa bulan, sudah diberhentikan dari jabatannya. Padahal ia hanya menjalani masa rehabilitasi terkait kasus narkoba.

Kuasa hukum Bupati Ogan Ilir, Febuar Rahman mengatakan, langkah yang dilakukan Mendagri Tjahjo Kumolo bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Dalam undang-undang itu, kepala daerah yang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, tidak diberhentikan hanya dilarang menjalankan tugas dan kewenangan," ujarnya saat sidang dengan agenda keterangan saksi ahli di PTUN Jakarta. Selasa 28 Juni 2016.

Febuar menyayangkan hanya karena alasan penyalahgunaan narkoba, undang-undang tersebut dilanggar Mendagri. Dimana Noviadi Mawardi langsung diberhentikan dan posisinya digantikan oleh Wakil Bupati Ogan Ilir, Ilyas Panji Alam.

"Bila mengacu pada undang-undang, seharusnya baru bisa diberhentikan setelah ada keputusan hukum bersifat tetap dari pengadilan yang menyatakan bersalah." 

Febuar menambahkan, dari tindakan yang dilakukan mendagri tersebut dinilai telah menyalahi ketentuan yang ada. Terlebih, dalam UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah juga belum ada payung hukumnya. "Karena permasalahan itulah, kami pun melakukan gugatan ke PTUN ini," ujarnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga Surabaya, Philipus M Hadjon menambahkan, SK Mendagri tersebut dinilai telah menyalahi aturan. "Jadi SK Mendagri itu harus dicabut dan Bupati Ogan Ilir tidak bisa diberhentikan sebelum status hukumnya memungkinkan sesuai UU Pemda," ujarnya saat menjadi saksi ahli dipersidangan.

Selain itu kata Philipus, langkah yang dilakukan Mendagri yang awalnya menyebut sebagai terobosan, tidak bisa dilakukan. Karena dalam hukum tata negara, tidak mengenal terobosan diskresi. "Diskresi juga harus memenuhi beberapa unsur, antara lain sudah ada dasar hukum pelaksanaan diskresi, dan kedua kondisi faktual harus mendukung," ujarnya menjelaskan

Untuk kondisi darurat narkoba yang menjadi alasan Mendagri, dinilai ahli tata negara ini, juga tidak bisa jadi dasar pemberhentian. Karena untuk permasalahan itu ada UU tersendiri yang mengaturnya.

"Jadi ada baiknya untuk melakukan tindakan sebaiknya mempertimbangkan melalui undang-undang yang ada." 

Baca juga: