Desa di Lombok Ini Jual Anak untuk Prostitusi

Hasil kerajinan tangan desa Sade, Lombok.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Peneliti dari lembaga End Child Prostitution, Pornography and Traficking for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Samsul Maarif, menceritakan temuannya yang dapat dibilang mengejutkan masyarakat Indonesia.

Pasalnya, jika pada umumnya sebuah keluarga tak akan rela jika anak atau anggota keluarga mereka lainnya terjun dalam dunia prostitusi, keluarga-keluarga di desa ini malah memiliki budaya yang menjual anggota keluarga mereka sendiri untuk dijadikan budak seksual.

Temuan ini didapatkan Samsul ketika timnya mengunjungi sebuah desa kecil (WG) di wilayah Lombok. Desa dengan puluhan kepala keluarga (KK) itu sudah puluhan tahun memiliki tradisi untuk secara langsung terlibat dalam bisnis prostitusi.

"Salah satu informan kami namanya Siti (nama samaran), ia baru berusia 15 tahun dan dijual oleh bibinya sendiri untuk dijadikan sebagai pelacur. Dan memang bibi serta keluarganya sudah turun temurun melakukan hal itu," kata Samsul kepada VIVA.co.id, Rabu, 15 Juni 2016.

Dari penelitian yang dilakukan ECPAT, terdapat temuan bahwa di desa WG, anak-anak sejak usia 13 tahun sudah mulai dijual kepada 'konsumen'. Orang-orang di sana yang adalah konsumen, rata-rata sudah tahu soal desa dan bisnis di sana jadi mereka tinggal datang saja nanti ditawarkan. "Situasi itu umum dan lazim di desa tersebut," kata dia.

Memang tidak semua KK ikut meneruskan bisnis ini, salah satu cara untuk melihat apakah sebuah keluarga telah menjual anak atau keluarga mereka adalah dengan kondisi bangunan rumahnya. Jika suatu rumah di desa WG telah dibangun secara permanen (tembok), maka dapat dipastikan keluarga itu adalah salah satu pelaku bisnis ini.

"Satu KK bisa siapkan dua atau tiga rumah untuk konsumen pakai dalam eksekusi. Tapi eksekusi juga bisa dilakukan di luar desa. Kalau rumah masih reyot atau gubuk maka artinya keluarga itu tidak lakukan bisnis ini."

(mus)