Islam di Manado Bermula dari Surau yang Dibangun Orang Ambon
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id - Sejarah masuknya Islam di Manado, Sulawesi Utara, tidak dapat dipisahkan dari sejarah Masjid Agung Awwal Fathul Mubien. Masjid tertua di Manado ini berlokasi di bagian utara Manado, tepatnya di Jalan Hasanuddin, Kelurahan Kampung Islam, Kecamatan Tuminting.
Hamzah Radjab, pemuka agama di masjid itu menceritakan sejarah singkat sebagaimana yang dia kutip dari almarhum Ustad Said Taha Bachmid.
Awalnya, pada tahun 1760, di bawah kekuasaan Kolonial Belanda, sekira-kira 11, atau 13 orang muslim asal Ternate, Makiang, dan Ambon, datang bermukim di Manado. Kemudian, pada 1770, mulai berdatangan Muslim dari Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, sehingga mereka menetap dan memberi nama Desa Suraya (jenis tumbuhan yang tumbuh di wilayah itu) dan sekarang namanya Kampung Islam.
Pada 1776, mereka mendirikan tempat ibadah bersifat darurat berbentuk langgar (surau), berlantai tanah, atap daun rumbia, serta dinding anyaman bambu. Orang Muslim kala itu mulai berdatangan dari Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi, serta jemaah dari Yaman, Hadramaut. Mereka berprofesi sebagai pedagang, guru agama mengajar Alquran, barzanji, hadrah, samrah, dan bela diri pencak silat.
“Semua budaya itu masih terpelihara sampai sekarang ini," kata Hamzah, saat ditemui VIVA.co.id pada akhir pekan lalu.
Dia menyebutkan, seiring bertambahnya jumlah jemaah, pada 1802, status tempat ibadah itu menjadi masjid. Lalu, pada 1830 direnovasi, sehingga lebih luas sampai berukuran 64 meter persegi, berfondasi batu karang dan lantai papan. Pembangunan itu bertepatan dengan dibuangnya Tuanku Imam Bonjol beserta pengikutnya ke Manado.
Pada 1930, terjadi renovasi ketiga yang menambah luas bangunan menjadi 96 meter persegi. Masjid itu direnovasi lagi pada 1950, 1967, 1975, yang menambah luas bangunan dan bagian interior. Pada 1983, dibangun menara masjid sebagai pelengkap.
Akhirnya, pada 1994 bangunan mengalami penambahan tiga meter samping kiri dan kanan. Fisik bangunan bisa bertahan sampai 48 tahun sejak dibangun pada tahun 1967.
Kementerian Agama menyatakan, masjid itu sebagai bukti autentik syiar Islam pertama di Manado dan Minahasa pada 1 Juli 1991. Sejarah masjid itu juga kaya kearifan lokal, sehingga dianggap sebagai barometer kerukunan umat beragama di Indonesia.
Hamzah menjelaskan, akses ke masjid itu sebetulnya cukup mudah, karena hanya beberapa menit dari pusat Kota Manado. Ada dua jalur pilihan untuk bisa mencapai masjid ini, yakni melalui Jembatan Megawati di Jalan Hasanudin, atau melalui Jembatan Sukarno, penghubung Jalan Boulevard-Boulevard Dua.
“Secara fisik, bangunannya sudah mengalami lima kali renovasi. Sudah tidak tampak keaslian rumah ibadah yang pertama dibangunnya bersifat langgar (tahun 1776). Saat ini, sementara dalam proses renovasi untuk kali keenam,” kata Hamzah, yang juga ketua panitia pembangunan masjid itu.
Renovasi terakhir dimulai pada Januari 2016, dan diperkirakan selesai pada 2018. Mantan Presiden Republik Indonesia, Megawati Sukarnoputri, hadir saat peletakan batu pertama renovasi itu. Megawati, bahkan menyumbang dana pembangunan sebesar Rp2,5 miliar dari total perkiraan anggaran sebanyak Rp12 miliar. (asp)