NU: Salat Tarawih Superkilat Hilangkan Substansi

Wakil Rais Aam NU, Miftahul Akhyar (tengah).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Salat tarawih dengan gerakan supercepat di Pesantren Mambaul Hikam, Mantenan, Blitar, Jawa Timur, membuat heboh publik. Polemik soal sah atau tidak salat dengan durasi 20 detik dalam satu rakaat itu pun muncul.

Kehebohan praktik salat tarawih kilat itu memantik perhatian Nahdlatul Ulama (NU). "Salat tarawih superkilat itu mengabaikan substansi tarawih," kata Wakil Rais Aam NU, Miftahul Akhyar, melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id pada Jumat, 10 Juni 2016.

Miftah menjelaskan, secara bahasa tarawih adalah bentuk jamak dari kata tarwihah. Artinya, istirahat. Dalam praktiknya, generasi terdahulu (salafus salih) mengambil jeda istirahat setiap selesai melaksanakan empat rakaat (dua kali salam) tarawih.

"Jeda diisi dengan kegiatan seperti membaca Alquran. Demikian tradisi qiyam ramadan atau tarawih yang dipraktikkan Nabi dan sahabat," ujar pengasuh Pesantren Miftahus Sunnah, Surabaya, itu.

Tujuan salat, kaat Miftah, ialah mengingat Allah. "Karena itu, salat yang baik seharusnya tidak menghilangkan tumakninah dalam setiap gerakannya. Tidak tergesa-gesa, apalagi dilakukan dengan gerakan superkilat," katanya.

Jika melihat tayangan praktik tarawih supercepat jemaah di salah pesantren di Blitar yang tersebar di Youtube, kata mantan Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Jatim itu, terlihat tidak ada ketenangan atau tumakninah di setiap gerakannya. "Mereka salah memahami kitab rujukannya," ujar Miftah berpendapat. (Baca: Asal Muasal Salat Tarawih Kilat, 23 Rakaat Cuma 10 Menit)