Mangkir Panggilan KPK, Sekretaris MA Berdalih Rapat

Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi saat diperiksa KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi mangkir panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat 10 Juni 2016.

Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menyebut bahwa Nurhadi tidak dapat memenuhi panggilan lantaran sedang ada kegiatan di Bogor.

"Stafnya datang mengantar surat pemberitahuan bahwa Nurhadi tidak bisa datang karena sedang ada rapat di Bogor," kata Yuyuk dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi.

Menurut Yuyuk, penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Nurhadi. Namun, Yuyuk mengaku belum mendapat informasi kapan jadwal ulang pemeriksaan terhadap Nurhadi itu.

Nurhadi tercatat sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan dalam kasus yang diduga turut melibatkan dirinya ini. Namun, Nurhadi pernah membantah tudingan bahwa dia terlibat dalam kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution itu. Termasuk dugaan bahwa dia pernah menghubungi Edy untuk mempercepat proses permohonan PK suatu perkara.

Selain itu, Nurhadi juga membantah telah menyembunyikan supirnya yang bernama Royani. Royani dianggap sebagai saksi yang cukup penting karena diduga mengetahui keterlibatan Nurhadi dalam kasus ini. Namun keberadaan Royani hingga saat ini masih belum diketahui. Dia dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik.

Kasus pengurusan perkara ini terungkap dari Tangkap Tangan yang dilakukan KPK. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Pada saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Namun diduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta.

Setelah penangkapan itu, KPK langsung melakukan pengembangan dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Bahkan, pihak KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar. Uang itu diduga masih ada keterkaitannya dengan suatu perkara.