Saksi Mahkota Dihadirkan di Sidang Gadis Korban Kekerasan

Polisi berjaga di lokasi pembunuhan Eno Parihah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Anissa Maulida

VIVA.co.id – Dua tersangka pembunuh EP (18 tahun) akan dihadirkan sebagai saksi mahkota (utama) dalam sidang dengan terdakwa RA (16) di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Rabu, 8 Juni 2016.

Keduanya adalah RAr (24) dan IH (24). Mereka juga diduga terlibat pembunuhan dan pemerkosaan EP di dalam mess PT Polyta Global Mandiri, di RT 04/01, Desa Jatimulya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, pada 13 Mei 2016.

"Besok sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan lima saksi, yakni dua saksi mahkota dan tiga saksi penyidik," kata Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang, Edward Kaban, Selasa, 7 Juni 2016.

Mereka merupakan tersangka dalam kasus yang sama, namun berkasnya berbeda dengan RA. Sidang akan dilanjutkan secara maraton mengingat terbatasnya waktu lantaran terdakwa masih di bawah umur.

"Untuk sidang perkara anak, waktunya 10 hari dengan tambahan waktu 15 hari," katanya.

Pelaku didakwa dakwaan primer Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 jo UU no 11/2012 tentang Pengadilan Anak.

Dakwaan subsider Pasal 338 KUPH tentang pembunuhan, 339 KUHP dan 351 ayat 2. "Ancaman hukumannya yakni mati, seumur hidup, dan 20 tahun. Namun, dalam sistem pengadilan anak ancamannya setengah dari ancaman hukuman bagi orang dewasa," ujar Edward.

Selain itu, Edward mengatakan, sebanyak tujuh orang dimintai keterangannya dalam sidang perdana kasus pembunuhan dan pemerkosaan EP.

Ketujuh saksi tersebut di antaranya orang tua EP, yakni M dan AF. Sementara itu, yang lainnya adalah saksi fakta di tempat kejadian perkara (TKP).

Ayah korban, AF mengatakan, dalam sidang yang berlangsung tertutup, dia memberikan keterangan terkait pertama kali tahu kabar tewasnya korban.

Menurut dia, terdakwa juga bukan pacar EP. "Saya tahu EP meninggal dikabari saudara. Saya tidak kenal pelaku. Dia bukan pacar EP," katanya.

AF juga menuntut pelaku dihukum mati. Dia mengaku akan datang ke sidang tersebut untuk mengawal prosesnya. "Saya ingin hukuman terberat, ya, mati," tutur dia.