Menghilang, Sopir Nurhadi Dipecat MA

Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi usai diperiksa KPK
Sumber :
  • Antara

VIVA.co.id – Keberadaan Royani, sopir Sekretaris MA, Nurhadi, hingga saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Sejak diminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Royani menghilang.

Sudah dua kali panggilan pemeriksaan dilayangkan, yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani selalu mangkir tanpa memberikan alasannya.

Tidak hanya mangkir dari pemeriksaan KPK, Royani juga diketahui tidak masuk kerja setelah kasus ini muncul.

Akibatnya, Mahkamah Agung (MA) memecat Royani dengan alasan membolos kerja. "Betul, dipecat oleh MA, sejak Jumat pekan lalu," kata Juru Bicara MA, Suhadi saat dihubungi, Senin, 30 Mei 2016.

Suhadi menyebut pihaknya belum mengetahui keberadaan Royani hingga saat ini, karena tidak memiliki sumber daya untuk mencari keberadaannya. Dia hanya berjanji akan mengimbau Royani memenuhi panggilan KPK, jika yang bersangkutan mendatangi MA.

"Kalau yang bersangkutan datang ke MA, kami akan imbau agar dia memenuhi panggilan KPK. Tapi kalau tidak datang, MA tidak punya intel atau orang untuk mencari Royani," sebut Suhadi.

Sebelumnya penyidik KPK menduga ada pihak yang berupaya menyembunyikan Royani agar terhindar dari pemeriksaan. Bahkan, penyidik menduga ada campur tangan dari Sekretaris MA, Nurhadi dalam upaya tersebut.

Diduga, Royani mengetahui kaitan antara Nurhadi dengan kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution ini.

Untuk diketahui, kasus pengurusan perkara ini terungkap dari tangkap tangan KPK. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Edy dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Namun tak hanya itu, penyidik menduga telah ada pemberian uang sebesar Rp100 juta sebelumnya, dari Doddy ke Edy.

Pihak KPK menduga terdapat lebih dari satu pengamanan perkara yang dilakukan Edy. Salah satu perkara yang diduga diamankan oleh Edy adalah terkait pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Kymco Lippo Motor lndonesia.

Usai penangkapan itu, pihak KPK langsung bergerak cepat dalam melakukan pengembangan. Salah satunya adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk di kantor dan rumah Nurhadi. Di sana, KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai total Rp1,7 miliar. Uang itu diduga masih ada kaitan dengan pengurusan perkara.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pihaknya tengah menelusuri kaitan uang tersebut dengan kasus suap yang terkait dengan tersangka Edy dan Dody.

"Bisa saja kan tidak ada hubungannya, misalnya masing-masing main sendiri di bawah dan di atas, kita tidak ngerti itu, itulah yang akan kita dalami," ungkap Alex.

Belum diketahui juga kaitan Nurhadi pada kasus ini. Namun KPK menduga Nurhadi pernah berkomunikasi dengan beberapa pihak dari Lippo Grup.