Mensos: Kebiri Itu Dikasih Kimia, Bukan Disunat Habis
VIVA.co.id – Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa meminta, semua pihak agar tidak salah dalam memahami Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang di dalamnya memuat, hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual dengan korban anak-anak atau paedofil.
Dia mengatakan, hukuman kebiri yang tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ialah, hukuman kebiri kimiawi. Itu perlu disosialisasikan agar tidak timbul polemik berlebihan.
"Ingat, hukuman kebiri bagi predator anak ini adalah hukuman kebiri kimiawi, bukan disunat sampai habis," kata Khofifah di hadapan santri dan warga sekitar Pesantren Ulul Albab, Desa/Kecamatan Candi Puro, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu, 28 Mei 2016.
Soal hukuman kebiri, kata dia, di lingkungan santri tidak kali ini saja terdengar. Jauh hari sebelum Perppu diteken Presiden Jokowi, ada pembahasan soal kebiri di bahtsul masail Nahdlatul Ulama. "Ada yang protes tanpa tabayun (klarifikasi) dulu," kata Ketua Umum PP Muslimat NU itu.
Pihak yang cenderung tidak sepakat dengan hukum kebiri berpendapat hukuman itu, akan menyebabkan tahdiidul an-nasl atau terputusnya keturunan. "Saya jelaskan, kebiri kimiawi tidak akan memutuskan keturunan. Karena hanya berlaku dua tahun, dilaksanakan ketika pelaku mau keluar penjara," ujar Khofifah.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) No1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Isi dalam perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara. Perppu ini juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.