Iuran BPJS untuk Perokok Disarankan Lebih Mahal
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, mengatakan bahwa dalam membahas substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan, persoalan kesehatan tak bisa dinafikkan.
Andi yakin ada dampak kesehatan yang timbul akibat rokok, sementara negara wajib membiayai mereka yang sakit dengan skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bahkan data yang dipaparkan Supratman menunjukkan bahwa 30 persen pasien BPJS diduga sakit akibat rokok.
"Karena ada dampak yang ditimbulkan dari tembakau, dalam hal ini rokok, saya usul agar dalam draf RUU Pertembakauan diatur premi asuransi BPJS. Perokok harus membayar lebih iuran BPJSnya," kata Supratman dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 28 Mei 2016.
Artinya, kata dia, ada premi rokok untuk penyakit itu. Itu bisa bantu pemerintah, kepentingan industri dan petani.
"Industri rokok sudah jauh memberikan kontribusi. Walau negatif tapi faktanya kita terima itu," kata Supratman.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Penasehat Komnas Pengendalian Tembakau, Kartono Muhammad, mengatakan premi BPJS untuk rokok akan menimbulkan kontroversi dan sulit diterapkan.
"Susah BPJS tanya anda merokok atau tidak. Pasti orang jawabnya tidak merokok," kata Kartono dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, cara yang lebih baik untuk menangani persoalan dampak industri rokok bagi kesehatan dengan menaikkan harga rokok per bungkus. Misalnya harga rokok semula Rp10 ribu dinaikkan jadi Rp15 ribu.
"Rp5 ribu disetor langsung ke BPJS dengan aturan yang jelas. Itu masuk akal tapi tetap harus diatur dalam Undang-Undang," kata Kartono.
(ren)