Menag: Hukuman Kebiri Sangat Tergantung Hakim

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Menteri Agama Lukman, Hakim Saifuddin, menegaskan bahwa penerapan hukuman kebiri kepada pelaku tindak kejahatan seksual sangat bergantung pada vonis pengadilan. Selain itu, kebiri bukan satu-satunya sanksi, tetapi salah satu dari beberapa pemberatan dan penambahan hukuman.

"Hukuman kebiri itu sangat tergantung kepada hakim yang mengadili perkara pemerkosaan atau tindak kekerasan seksual," ujar Lukman Hakim Saifuddin di kantornya, Jumat, 27 Mei 2016.

Ditambahkan Lukman Hakim, kejahatan seksual terhadap anak-anak merupakan kejahatan luar biasa. Tentu, saat memberikan vonis, hakim akan melihat lagi kasusnya secara menyeluruh.

"Kalau seperti kasus di Bengkulu, sampai korbannya meninggal, dilakukan kepada anak-anak dan tingkat destruktifnya luar biasa, saya pikir kalau ada hakim yang menjatuhkan vonis dengan keras bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat kita," katanya.

Tapi, saat disinggung soal hak asasi manusia, Lukman Hakim menyatakan, kalau itu harus dilihat dalam perspektif yang berbeda. Karena, kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Menurut dia, konstitusi Indonesia menyatakan dalam situasi dan kondisi tertentu, undang-undang bisa membatasi pelaksanaan hak dan kebebasan seseorang.

"Seperti hukuman mati, hak hidup itu pada dasarnya harus dilindungi. Tapi, karena kejahatannya sudah destruktif yang luar biasa, maka orang bisa dicabut hak hidupnya. Demikian juga kebiri,” katanya.

Hingga saat ini, Lukman Hakim belum mengetahui bila ada perbedaan pandangan dari para pemuka agama terkait hukuman kebiri ini. Menurut menag, mereka yang melarang tentu memiliki pandangan tertentu, meski ada juga yang membolehkan.

Karena itu, dalam kondisi tertentu, seseorang bisa mendapatkan hukuman yang keras, selain agar menjadi pelajaran bagi yang bersangkutan, juga bagi masyarakat.

Terkait dengan hukum kebiri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  

Isi dalam perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara. Perppu ini juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.