MA Akui Kesulitan Temukan Sopir Nurhadi

Gedung Mahkamah Agung
Sumber :
  • VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengaku pernah menanyakan mengenai keberadaan Royani kepada Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali. Royani merupakan supir Sekretaris MA, Nurhadi, yang menjadi saksi kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Keberadaan Royani hingga saat ini masih misterius, setelah dia dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik. Bahkan diduga Royani saat ini disembunyikan pihak tertentu.

Syarif mengaku sempat membahas keberadaan Royani itu dengan Hatta Ali. Menurut Syarif, MA pun mengaku kesulitan untuk menemukan Royani.

"Beliau (Hatta Ali) mengatakan bahwa Mahkamah juga sudah memeriksa tempat tinggal Pak Royani, ada dua, tetapi tidak ada di dua tempat itu," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.

Selain tidak ada di rumahnya, Hatta Ali juga tidak menampik bahwa Royani sudah beberapa hari tidak masuk kerja. Menurut Syarif, Hatta berjanji akan memberikan sanksi kepada Royani lantaran sebagai seorang pegawai negeri di Lingkungan MA sudah beberapa hari tidak bekerja.

"Misalnya tidak hadir sebagaimana beberapa hari 30 hari berturut-turut atau berapa, maka akan diberi peringatan dan setelah itu akan dipecat kalau tidak hadir. Itu yang diberikan komitmen ketua Mahkamah Agung kepada KPK," ujar Syarif.

Penyidik sebelumnya telah melayangkan dua panggilan pemeriksaan terhadap Royani yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan alias mangkir.

Penyidik menduga ada pihak yang berupaya menyembunyikan Royani dari pemeriksaan. Bahkan penyidik menduga ada campur tangan dari Sekretaris MA, Nurhadi dalam upaya tersebut. Royani diduga mengetahui keterkaitan Nurhadi dengan kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution itu.

Kasus pengurusan perkara ini terungkap dari tangkap tangan yang dilakukan KPK. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Pada saat tangkap tangan, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Namun, diduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta.

Usai penangkapan itu, KPK langsung bergerak cepat dalam melakukan pengembangan. Salah satunya adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Bahkan, KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar. Uang itu diduga masih ada keterkaitannya dengan suatu perkara.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata menyebut lembaganya tengah menelusuri keterkaitan uang tersebut dengan kasus suap. Kendati demikian, Alex menyebut tidak tertutup kemungkinan ada keterkaitan secara tidak langsung antara Edy dan Nurhadi.

"Bisa saja kan tidak ada hubungannya misalnya masing-masing main sendiri di 'bawah' dan di 'atas', kita tidak ngerti itu, itulah yang akan kita dalami," ungkap Alex.