‘Megawati Bisa Saja Kembalikan Indonesia ke Sistem Otoriter'

Megawati Soekarnoputri terima gelar Doktor Honoris Causa Universitas Padjadjaran, Rabu (25/5/2016).
Sumber :
  • Suryanta Bakti

VIVA.co.id - Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Sukarnoputri, menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Universitas Padjadjaran (Unpada) di Bandung, Jaw Barat, pada Rabu, 25 Mei 2016.

Megawati dianugerahi gelar doktor bidang politik dan pemerintahan itu karena dinilai banyak kebijakannya selama menjadi Presiden yang berkontribusi bagi kajian akademik ilmu itu. Soalnya Megawati menjadi Presiden saat Indonesia di masa transisi pemerintahan otoriter Orde Baru menuju pemerintahan demokrasi.

Ketua Tim Promotor Gelar Kehormatan Unpad, Prof Obsatar Sinaga, menjelaskan bahwa banyak situasi krusial dan pelik sepanjang proses transisi demokrasi: dari rezim otoriter Orde Baru menuju pemerintahan demokratis. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah baru menurun sehingga rawan kembali pada sistem lama.

Menurut Profesor Obsatar, Megawati yang menggantikan Abdurrahman Wahid mengalami situasi krusial semacam itu. Awalnya publik menilai kepemimpinan sipil Abdurrahman Wahid gagal mengatasi karut-marut situasi politik dan ekonomi.

"Dalam kehidupan Megawati, pilihan itu terjadi, ketika muncul kepemimpinan yang tidak sesuai agenda nasional dari Presiden Abdurahman Wahid," kata Obstar kepada wartawan seuasai penganugerahan gelar kehormatan kepada Megawati di kompleks kampus Unpad.

Megawati sesungguhnya bisa saja mengambil keputusan mengembalikan sistem pemerintahan otoriter demi mempercepat memulihkan keadaan. Soalnya dia adalah pemimpin Partai Demokrasi Indonesia (Perjuangan), partai politik pemenang Pemilu tahun 1999. Dia memiliki legitimasi politik yang sangat kuat sehingga cukup mudah saja untuk membuat kebijakan-kebijakan taktis dan strategis.

"Bisa saja Megawati mengambil Sistem otoritariannya mengingat kekuasaan partainya sudah terverifikasi setelah kegagalan Gus Dur dari Poros Tengah (koalisi partai politik pendukung Abdurrahman Wahid),” katanya.

Namun, kata Obastar, Megawati tak menggunakan kekuatan dan legitimasi itu, termasuk pengaruhnya sebagai anak Sukarno, untuk mengembalikan sistem pemerintahan menjadi otoritarian. "Tapi memilih fase konsolidasi dalam perubahan demokrasi yang terlembagakan dalam aturan main yang sistematis.

Gelar untuk kabinet

Megawati, dalam pidato ilmiahnya saat penganugerahan gelar itu, menyatakan bahwa doktor kehormatan yang disandangnya sekarang sesungguhnya juga penghargaan bagi para menteri yang pernah bekerja dengannya, yakni Kabinet Gotong Royong. Dia menyebut secara khusus menteri-menteri yang bekerja untuk pemulihan ekonomi dan tata kelola pemerintahan.

"Gelar doktor ini sesungguhnya penghargaan pula bagi kabinet yang saya pimpin, yaitu Kabinet Gotong Royong. Berterima kasih kepada menteri yang membantu saya dengan pengabdian terbaik kepada bangsa," kata Megawati.

Dia menuturkan, dalam perekonomian, salah satunya penguatan legitimasi negara sebagai pijakan pengambilan kebijakan politik terus dijalankan, termasuk menyelesaikan kerja sama dengan IMF dan Bank Dunia. "Dapat melalui transisi dan meletakkan pondasi perekonomian nasional jauh lebih baik.”

Sedangkan untuk tata kelola pemerintahan, sistem politik yang terjadi pada saat kepemimpinannya ialah memastikan konsolidasi demokrasi ditopang partai politik yang sehat dan kuat. Pelembagaan partai politik sebagai sarana munculnya generasi pemimpin.