Wapres, Menteri, Kepala BIN Saksikan Mega Dianugerahi Doktor

Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Kolega Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, turut hadir dalam pengukuhan gelar doktor kehormatan (honoris causa) kepadanya di kampus Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 25 Mei 2016.

Mereka yang hadir, di antaranya, Wakil Presiden Jusuf Kalla; Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly; Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah; Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara; dan Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso.

Tampak pula sejumlah pejabat tingkat provinsi Jawa Barat, di antaranya, Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa; Ketua DPRD Jawa Barat, Ineu Purwadewi Sundari, dan Ketua PDIP Jawa Barat, TB Hasanudin.

Megawati menerima gelar doktor kehormatan bidang politik dan pemerintahan dari Unpad. Mega akan menyampaikan orasi ilmiah di Aula Grha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, pada pukul 10.00 WIB.

Tim promotor penganugerahan gelar itu adalah Prof Obsatar Sinaga sebagai ketua tim, Prof Oekan S Abdoellah dan dan Dr Arry Bainus sebagai anggota.

Unpad mengklarifikasi tudingan sebagian kalangan bahwa kampus itu sedang mengobral gelar, terutama kepada tokoh-tokoh politik. Menurut Obsatar Sinaga, ada dasar akademik yang kuat bagi Unpad untuk menganugerahkan gelar kehormatan bidang politik dan pemerintahan kepada Megawati, di antaranya, kebijakan-kebijakan selama menjabat presiden yang masuk dalam beberapa konsep akademik ilmu politik.

"Dalam ilmu politik ada beberapa banyak konsep, yang konsep tersebut terverifikasi pada saat zaman Megawati," kata Obsatar kepada wartawan di kampus Unpad, kemarin.

Obsatar menjelaskan bahwa dasar Unpad memberikan gelar dotor kehormatan itu adalah dinamika dan karier politik Megawati saat menjabat Wakil Presiden.

"Ketika kepemimpinan (Presiden) Abdurahman Wahid, dan Megawati sebagai wakilnya, kepercayaan rakyat kepada pemerintah menurun, ada delegitimasi. Itu harus dijawab oleh pemerintah, dan pada saat itu tidak berhasil karena fokus pada Poros Tengah (koalisi partai politik),” ujarnya.

Dia menambahkan, akibat dinamika itu, produk hukum seperti undang-undang antikorupsi yang membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi bibit kepercayaan rakyat kepada pemerintah.

Bahkan, saat masa jabatannya berakhir, masyarakat secara langsung mempertanyakan proses pemilu. Dengan keyakinan berperan aktif dalam proses politik, menjadi bukti keputusan-keputusan yang diambil Megawati berdampak positif.

"Undang-undang itu mengembalikan kepercayaan rakyat, waktu dia mengakhiri masa jabatan, rakyat bertanya apakah akan dipilih lalui oleh MPR. Protes pada saat itu. Saat itu juga Megawati menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 tentang pemilihan secara langsung," ujar Obsatar.