Ketua MUI: Hukum Kebiri Bisa Diterapkan pada Kondisi Khusus
- Daru Waskita/Yogyakarta
VIVA.co.id – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengatakan, penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pada anak, dapat diterapkan dalam kondisi sangat khusus.
"Ya kalau memang korbannya sangat banyak maka jalan terakhir hukumannya adalah kebiri maka hal itu layak diberikan," katanya di sela-sela acara Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin, 23 Mei 2016.
Menurut Din, pemberian hukuman kebiri memiliki dimensi manusia dan agama. Dalam dimensi manusia, ketika dilahirkan setiap orang memiliki hasrat biologis. Namun hal itu harus disalurkan dengan cara yang benar. Dalam dimensi agama, maka orang membunuh adalah qisas, namun ketika melakukan pemerkosaan tidak disebutkan hukumannya kebiri.
"Makanya dalam hal ini sebelum memberlakukan hukuman kebiri maka harus dibahas lebih dahulu dengan melibatkan para pemuka agama. Jangan pemerintah asal mengeluarkan aturan yang terburu-buru melegalkan hukuman kebiri," ujarnya menjelaskan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini juga menyatakan, maraknya kekerasan seksual yang menimpa anak harus menjadi instrospeksi bagi masyarakat Indonesia. Introspeksi ini meliputi cukup tidaknya pelajaran agama dan pendidikan di dalam keluarga.
"Namun yang jelas jika ingin memberi efek jera bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak-anak, maka hukumlah seberat-beratnya kepada pelaku yang terbukti, berdasarkan aturan yang ada di negara ini," Kata Din.
Dia menilai, akan menjadi ironis, jika pelaku sudah terbukti melakukan pemerkosaan dengan jumlah korban banyak, tapi hukuman yang diberikan hanya beberapa tahun di penjara.
"Kalau seperti itu dilakukan maka orang lain akan melakukan hal yang sama.”
(mus)