Sulawesi Tengah Pakai Peradilan Adat untuk Perkara Ringan
- http://sukatulis.wordpress.com
VIVA.co.id – Pemerintah Sulawesi Tengah (Sulteng), Kepolisian Daerah Sulteng, dan Forum Peradilan Adat Sulawesi Tengah, menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk penanganan perkara ringan peradilan adat di Sulawesi Tengah.
Penandatanganan ini dilakukan di Gedung Serbaguna Pogombo kantor Gubernur Sulawesi, Palu, Jumat, 20 Mei 2016.
Penandatanganan MoU ini menyepakati semua kasus ringan, seperti masalah dalam masyarakat yang tidak termasuk kasus kriminal, akan diselesaikan melalui sistem peradilan adat dengan mengedepankan prinsip keadilan restoratif atau penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Proyek hasil kerja sama UNDP dan Bappenas ini diluncurkan tahun 2012 untuk mengembangkan pendekatan komprehensif sistem peradilan di Indonesia. MoU ini adalah yang kedua setelah kesepahaman serupa dilakukan di Aceh.
“Hukum adat diharapkan dapat menjadi mekanisme yang dapat diakses oleh masyarakat miskin untuk menyelesaikan perkara ringan lokal. Di saat sistem peradilan masih dianggap rumit, panjang dan mahal, peradilan adat menawarkan proses yang cepat dan dapat diakses oleh masyarakat miskin, terutama mereka yang tinggal di desa-desa,” kata Wakil Direktur UNDP Indonesia Francine Pickup dalam pidato sambutannya di acara penandatanganan ini, seperti tertuang dalam rilis yang diterima VIVA.co.id, Sabtu, 21 Mei 2016.
Proyek yang didanai pemerintah Norwegia ini bertujuan memperbaiki akses dan pelayanan peradilan kepada kaum perempuan, warga tidak mampu, rentan dan terpinggirkan lewat reformasi kebijakan, undang-undang dan peraturan. Selain itu, juga memperkuat kapasitas pelayanan pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk mengimplementasi Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan (NSA2J).
Dalam enam tahun terakhir, UNDP Indonesia bekerja sama dengan Majelis Adat Aceh (MAA) untuk memperkuat kualitas peradilan informal atau peradilan adat. Sinergi antara sistem peradilan adat dan formal meningkat, dan kaum perempuan semakin terlibat dalam peradilan adat.
Sejak tahun 2012-2015, sekitar 28 persen dari 4.000 pemuka adat yang dilatih adalah perempuan.