Razia Atribut Komunisme Terkait dengan Simposium 1965?

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Tatang Sulaiman.
Sumber :
  • Mabes TNI

VIVA.co.id - Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan bahwa tindakan prajuritnya merazia atribut yang dianggap mengandung unsur komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI) di beberapa daerah adalah bentuk penegakan hukum dan pencegahan.

Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Tatang Sulaiman menjelaskan bahwa pada dasarnya razia itu dalam rangka menjalankan hukum, yakni Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP.

“Panglima (TNI) mengatakan jangan ragu melakukan penindakan. Kalau TNI tidak bertindak, itu bisa jadi konflik masyarakat, terjadi keributan, kekacauan. TNI dianggap melakukan pembiaran,” kata Tatang dalam forum Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa malam, 17 Mei 2016.

Tatang tak menampik tindakan aparat TNI di sejumlah daerah itu adalah reaksi atas sejumlah peristiwa yang berhubungan dengan komunisme, misalnya, kegiatan Simposium 1965 pada April 2016, yang digelar pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

“Bisa iya, bisa tidak ada hubungan (dengan Simposium 1965). Karena ini ada aksi, ada reaksi. Kita (TNI) waspada dan mawas diri,” kata Tatang.

Dia menyadari bahwa peristiwa kemanusiaan yang lebih dikenal Gerakan 30 September 1965 (G-30-S) adalah masa lalu. Tetapi bangsa Indonesia tak boleh melupakannya. TNI mencatat semua kejadian itu dan terus diingatkan agar diwaspadai.

TNI sempat mendeteksi dini kemunculan gerakan komunisme bersamaan dengan peringatan ulang tahun PKI pada Mei 2016. Aparat mengantisipasinya dengan mencegah penyerbaluasan atribut komunisme. “Tetapi (momen) ulang tahun PKI, untungnya tidak ada apa-apa, kita bersyukur.”