Periksa Bos Agung Sedayu, KPK Usut Soal Tambahan Kontribusi

Bos properti Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan, Selasa, 17 Mei 2016. Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pebahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi.

Aguan terlihat tiba di Gedung KPK pada sekitar pukul 08.45 WIB. Namun, seperti dua pemeriksaan sebelumnya, Aguan tidak memberikan komentar apa pun mengenai pemeriksaannya.

Secara terpisah, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, membenarkan mengenai pemeriksaan Aguan. Menurut dia, Aguan akan dikonfirmasi mengenai sejumlah hal.

Salah satu yang akan ditelisik oleh penyidik dari keterangan Aguan adalah terkait penetapan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

"Iya soal kontribusi tambahan juga akan ditanyakan," ujar Yuyuk.

Sebelumnya, penyidik KPK juga menggali keterangan mengenai kontribusi tambahan tersebut dari pemeriksaan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, kemarin. KPK menduga telah terjadi barter dana kontribusi tambahan antara Pemprov DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang reklamasi Teluk Jakarta.

Perusahaan pengembang reklamasi diduga diminta untuk membayar kontribusi tambahan di muka. Salah satunya adalah dengan membiayai proyek-proyek pemerintah. Biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut nantinya akan dikonversi ke dalam tambahan kontribusi 15 persen yang harus dibayarkan.

Keterangan Ahok

Gubernur DKl Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengakui adanya perjanjian dengan empat pengembang reklamasi yakni PT Muara Wisesa, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah dan PT Jaladri Kartika Pakci. Perjanjiannya adalah perusahaan tersebut akan membantu Pemprov DKI dalam mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta.

Ahok tidak menampik bahwa perjanjian itu terkait dengan kepentingan para pengembang yang ingin mendapatkan izin pelaksanaan.

"Kalau Anda mau menyambung (melanjutkan izin), aku minta (kewajiban) tambahan," ujar Ahok di Balai Kota, Jumat, 13 Mei 2016.

Dasar untuk menarik kontribusi tambahan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian, mengingat Raperda yang memuat kontribusi tambahan masih belum disahkan. Ahok telah membenarkan adanya perjanjian tersebut.

Dia berdalih bahwa kesepakatan itu dibuat dengan berlandaskan pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Ahok juga membenarkan bahwa PT Agung Podomoro Land, Tbk. (APL) telah menyerahkan dana tambahan kontribusi yang nilainya lebih dari Rp200 miliar.

Tambahan kontribusi itu berupa pembangunan jalan inspeksi di beberapa bantaran kali, pembangunan rumah susun, dan beberapa rumah pompa. Ahok menyebut APL saat ini masih berutang lebih dari Rp100 miliar ke Pemerintah Provinsi DKI.

Menurut Ahok, utangnya berupa tambahan kontribusi yang harus diberikan perusahaan raksasa properti itu, atas izin pelaksanaan reklamasi yang diberikan DKI kepada anak perusahaannya, PT. Muara Wisesa Samudera (MWS) untuk mereklamasi Pulau G. Dan, tambahan kontribusi itu diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014.

Sementara, dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengiringi diberikannya izin, nilai kontrak tambahan kontribusi APL lebih dari Rp300 miliar.

Ahok mengatakan, semakin lama APL melunasi utangnya, semakin merugi pula perusahaan itu. Nilai aset yang diserahkan semakin lama semakin menurun karena pemerintah menghitung nilai aset dengan metode taksiran (appraisal).

Dengan demikian, bukan tak mungkin APL masih berutang kepada DKI meski menyerahkan aset yang saat dibangun, dihitung memiliki nilai yang melunasi utang tambahan kontribusi mereka.

(ren)