KPK Periksa Komisaris PT Metropolitan Tirta Perdana

Tersangka kasus suap panitera PN Jakarta Pusat, Doddy Aryanto Supeno.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Komisaris PT Metropolitan Tirta Perdana, Heri kembali dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin 16 Mei 2016.

Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Aryanto Supeno)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi.

Pemeriksaan Heri oleh penyidik ini tercatat merupakan yang kedua kalinya. Terkait kasus ini, dia sebelumnya juga pernah diperiksa penyidik pada 9 Mei 2016.

Bersama dengan Heri, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi lainnya dalam kasus ini. Di antaranya adalah pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, Wresti Kristian Hesti; serta seorang swasta bernama Harlijanto Salim.

Terkait PT Metropolitan Tirta Perdana, perusahaan tersebut tercatat pernah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. PT Metropolitan diketahui merupakan pemegang saham Kymco Motor lndonesia.

Pihak KPK tidak menampik jika kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution itu terkait dengan perkara Kymco tersebut.

"Iya, salah satu dugaannya adalah sengketa perkara Kymco," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Senin 9 Mei 2016.

Menurut Yuyuk, pemeriksaan terhadap Heri juga untuk lebih mendalami sengketa perkara tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kymco sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan, bahkan hingga tingkat PK.

Kymco lalu diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun, Kymco kemudian mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar tidak perlu dipailitkan.

Diduga, terjadi suap dalam mengajukan PKPU tersebut ke PN Jakarta Pusat. Lantaran batas waktu pengajuannya telah lewat. Hal tersebut diduga yang menjadi dasar terjadinya suap kepada Edy Nasution.

Diketahui, Edy tertangkap tangan KPK karena diduga telah menerima suap dari Doddy Aryanto Supeno.

Suap tersebut diduga diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga sebesar Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.

Kasus ini terungkap setelah Edy dan Doddy tertangkap tangan oleh Tim Satgas KPK usai penyerahan uang di sebuah Hotel, Rabu 20 April 2016. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Usai penangkapan itu, pihak KPK langsung bergerak cepat dalam melakukan pengembangan. Salah satunya adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Bahkan, pihak KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar.

Belum diketahui juga keterkaitan Nurhadi pada kasus ini. Namun KPK menduga bahwa Nurhadi pernah berkomunikasi dengan beberapa pihak dari Kymco.

(mus)