Ideologi Komunis Jangan Dilawan Secara Represif, Saran DPR

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, menyesalkan tindakan represif aparat TNI, Polri maupun berbagai organisasi massa (ormas) yang mengklaim berideologi Pancasila, karena melarang buku, pakaian dan membubarkan paksa berbagai kegiatan yang berkaitan dengan paham komunis.

Menurut dia, pikiran harus dilawan dengan pikiran. “Yang kita tentang di zaman Orde Baru adalah pemberangusan terhadap ide dan pikiran. Buku dilarang, gagasan dibungkam, protes dipenjara. Itu yang kita sebut represif Orde Baru yang dipraktikkan selama 32 tahun," kata Masinton saat dihubungi, Jumat, 13 Mei 2016.

Masinton khawatir tindakan berlebihan dari aparat penegak hukum dan ormas itu, justru memancing rasa penasaran, dan menimbulkan perlawanan seperti yang terjadi pada 1998.

"Razia buku, baju, membubarkan diskusi bukan hal yang bisa memenjarakan pikiran. Itu enggak penting. Ide seharusnya dilawan dengan ide, bukan dengan pelarangan," ungkapnya.

Politisi PDIP ini menambahkan, selama perjalanan 16 tahun reformasi dan demokrasi, seharusnya masyarakat sudah meninggalkan cara berpikir dan bertindak seperti masa Orde Baru. Saat itu, pemerintah memberikan stigma terhadap pemikiran, ide dan gagasan yang dianggap membahayakan kekuasaan.

"Generasi sekarang tidak lagi tertarik dengan komunisme, paham komunis masa lalu dan sudah dilarang sejak Orde Baru. Sekarang enggak ada yang tertarik. Buku cuma kajian akademis, terbatas pembacanya juga," paparnya.

Masinton menegaskan, seluruh warga negara Indonesia semua sepakat asas negara kita adalah Pancasila. "Jadi enggak perlu khawatir juga kita dengan fenomena munculnya buku-buku yang dianggap kiri, baju-baju yang dianggap kiri," lanjut dia.

Prioritas saat ini, menurutnya, adalah menjaga nilai dan mengajarkan Pancasila sebagai dasar negara negara. Dari pendidikan SD sampai perguruan tinggi. "Saya miris anak-anak sekarang sampai enggak tahu Pancasila. Berarti ada masalah apa ini dalam kurikulum pendidikan?"

(ren)