Jayanata Janji Bangun Lagi Rumah Radio Bung Tomo
- VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id - PT Jayanata, perusahaan pembeli lahan dan bangunan bekas rumah Radio Bung Tomo di Surabaya, berjanji membangun lagi rumah yang telah dirobohkan itu.
Store Manager Jayanata, Ninik Wahyuni, mengatakan bahwa pembangunan itu akan dilakukan setelah perusahaan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Surabaya dan Tim Cagar Budaya. “Nanti akan kami bangun lagi, dan akan dilakukan koordinasi kembali dengan pihak terkait,” katanya di Surabaya pada Kamis, 12 Mei 2016.
Menurut Ninik, awalnya pembongkaran rumah itu dilakukan untuk dibangun kembali menjadi rumah. Rumah itu akan digunakan sebagai tempat tinggal bagi anak pemilik perusahaan itu, Beng Jayanata. Mengenai pembelian bangunan cagar budaya tersebut, Ninik mengaku tidak mengetahuinya.
“Yang tahu, ya, Pak Beng sendiri. Sekarang beliaunya sedang berada di luar negeri, makanya lebih baik menunggu beliau pulang dari luar negeri,” ujar Ninik.
Ninik mengklaim bahwa plakat bangunan cagar budaya pada rumah radio Bung Tomo itu masih disimpan dan tidak rusak. “Bapak (Beng Jayanata) bilangnya ada, dan masih disimpan,” katanya.
Polisi sudah mengidentifikasi lokasi pembongkaran itu. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Komisaris Polisi Manang Soebeti, mengaku akan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
"Kami membutuhkan banyak keterangan terkait pembongkaran bangunan itu, makanya kami akan mengumpulkan banyak data dari berbagai pihak," kata Manang.
Lahan parkir
Rumah radio Bung Tomo dibongkar oleh sebuah perusahaan pengembang, PT Jayanata. Lahan itu sempat disebut akan dijadikan tempat parkir sebuah mal. Lahan seluas 15x30 meter itu telah rata dengan tanah. Sekelilingnya dipasangi pagar seng setinggi dua meter.
Rumah itu sebelumnya ditempati warga bernama Hurin. Namun, sejak beberapa waktu lalu Hurin telah pindah ke Pondok Nirwana, Surabaya.
Rumah radio di Jalan Mawar Nomor 10, Surabaya, itu adalah cagar budaya karena menjadi tempat Bung Tomo berpidato yang disiarkan lewat radio untuk menggelorakan semangat warga melawan agresi NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).
Seruan Bung Tomo kemudian memicu Pertempuran 10 November 1945, satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia, yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.