Suap Panitera PN Jakarta Pusat Terkait Perkara Kymco

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha (kanan).
Sumber :
  • ANTARA/Andrea Asih

VIVA.co.id –  Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami mengenai dugaan suap terkait pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sejumlah saksi tercatat diagendakan menjalani pemeriksaan terkait penyidikan perkara ini. Salah satunya adalah Komisaris PT Metropolitan Tirta Perdana bernama Heri.

Perusahaan tersebut tercatat pernah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. PT Metropolitan diketahui merupakan pemegang saham Kymco Motor lndonesia.

Pihak KPK tidak menampik jika kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution itu terkait dengan perkara Kymco tersebut.

"Iya, salah satu dugaannya adalah sengketa perkara Kymco," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Senin 9 Mei 2016.

Menurut Yuyuk, pemeriksaan terhadap Heri juga untuk lebih mendalami sengketa perkara tersebut.

Selain Heri, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Panitera Muda Niaga PN Jakpus, Djoko Santoso. Usai menjalani pemeriksaan, Djoko mengaku ditanya sejumlah hal oleh penyidik.

Salah satunya adalah mengenai perusahaan Kymco serta PT Metropolitan Tirta Perdana. Namun dia mengaku tidak mengetahuinya."Ditanya soal perusahaan PT Metropolitan Tirta Perdana, ditanya soal Kymco. Saya bilang saya gak tahu," ujar dia.

Djoko juga mengaku dicecar mengenai perkenalannya dengan Doddy Aryanto Supeno yang disangka sebagai pihak pemberi suap kepada Edy Nasution. Namun dia mengaku tidak mengenal Doddy.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Kymco sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan, bahkan hingga tingkat PK.

Kymco lalu diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun, Kymco kemudian mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar tidak perlu dipailitkan.

Diduga, terjadi suap dalam mengajukan PKPU tersebut ke PN Jakarta Pusat. Lantaran batas waktu pengajuannya telah lewat. Hal tersebut diduga yang menjadi dasar terjadinya suap kepada Edy Nasution.

Diketahui, Edy tertangkap tangan KPK karena diduga telah menerima suap dari Doddy Aryanto Supeno.

Suap tersebut diduga diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga sebesar Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.

Kasus ini terungkap setelah Edy dan Doddy tertangkap tangan oleh Tim Satgas KPK usai penyerahan uang di sebuah Hotel, Rabu 20 April 2016. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Usai penangkapan itu, pihak KPK langsung bergerak cepat dalam melakukan pengembangan. Salah satunya adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi. Bahkan, pihak KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar.

Belum diketahui juga keterkaitan Nurhadi pada kasus ini. Namun KPK menduga bahwa Nurhadi pernah berkomunikasi dengan beberapa pihak dari Kymco.