Kenangan Pahit ABK Brahma 12 yang Disandera Abu Sayyaf

10 ABK WNI dibebaskan Abu Sayyaf
Sumber :
  • Office of Sulu Governor/Handout via Reuters

VIVA.co.id – Setelah lebih dari satu bulan disandera, 10 awak Kapal Brahma 12 asal Indonesia akhirnya dibebaskan oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf.

Namun, proses penyanderaan ini ternyata masih melekat di benak para korban, tak terkecuali perwira Kapal Brahma 12, Alvian Elvis Repi. Ia mengaku masih mengingat persis kapan peristiwa tersebut terjadi.

Alvian menyatakan, usai berlayar dari Kalimantan Selatan menuju perairan Filipina pada 25 Maret 2016, pada pukul 15.20 waktu setempat, kapal yang membawa batubara itu didekati dari arah sebelah kanan oleh sebuah kapal kecil dengan sangat cepat.

Namun, saat itu dia tidak curiga bahwa yang datang adalah kelompok perompak. Sebab, kata dia, beberapa di antaranya mengenakan kaos bertuliskan PNP atau Police National Philippines.

“Mereka merapat. Saya pikir biasa, itu mungkin mereka minta bantuan. Ternyata, itu penyandera,” ujar Alvian saat hadir di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, Selasa 3 Mei 2016.

Menurut dia, saat itu hanya melihat satu kapal cepat. Namun, tak berapa lama kemudian, datang satu kapal lainnya dari arah sebelah kiri, yang juga membawa beberapa orang.

Setelah mendekati Brahma 12, lanjut Alvian, orang-orang yang berada di kapal cepat langsung naik ke lambung kapal dan menodongkan senjata berat kepada dia dan beberapa anak buah kapal (ABK) lainnya.

“Kita disuruh duduk saja, ditodong. Komandan menyuruh jongkok, dan mereka mengikat semua dengan borgol. Mereka lalu mau mencari sistem pengoperasian kapal. Mungkin karena tidak tahu tempat pengoperasian dan caranya, saya dan kapten yang dilepas borgol, lalu disuruh mengoperasikan kapal,” jelas Alvian.

Setelah itu, kapal diarahkan ke sebuah pulau yang ia tidak tahu namanya. Setelah sampai di pulau tersebut, para sandera termasuk dia dipindahkan dengan kapal lain dan dibawa ke sebuah pulau lain.

“Kita ketakutan. Pastinya tidak tahu (pulau apa). Yang pasti, dari Subuh dan sampai sana sudah sore hari,” ucapnya.

Alvian tidak mengetahui perompak menggunakan bahasa apa. Akan tetapi, salah satu kru kapal dan penyandera menggunakan Bahasa Inggris untuk berkomunikasi.

Menurut Alvian, selama disandera, tak ada yang memborgol. Namun, para ABK juga tak ada yang melarikan diri, karena ketakutan.

Alvian mengaku, meski tak ada kekerasan secara fisik, namun dia merasa pikiran dan batinnya terganggu.

“Selama kita di sana, puji Tuhan tidak ada perlakuan kasar sama sekali. Mereka makan apa saja, maka itu juga yang kita makan,” jelasnya.

Hingga akhirnya, setelah lebih dari sebulan ditahan, Alvian menyadari bahwa dia akan dibebaskan.

“Waktu itu mau ke Jolo (pulau di Filipina). Pas berhenti  untuk isi bensin, ada yang bilang ‘May be is day you go back to Indonesia, all of you go back’,” kenangnya.