Kelebihan Kapasitas, Akar Persoalan Lapas di Indonesia

Penanganan kerusuhan di Lapas Narkoba Kelas II A, Banceuy, Bandung, Jawa Barat.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – Padatnya kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) dan minimnya jumlah petugas lapas kerap kali memicu kerusuhan.

Dalam diskusi polemik Sindo bertajuk 'Ada Apa Dengan Lapas' di Warung Daun, Cikini Jakarta, Sabtu, 30 April 2016, Juru Bicara Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Akbar Hadi, menjelaskan akar persoalan terjadinya kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan.

"Diakibatkan banyaknya regulasi. Ada 150 produk undang-undang memberi sanksi pidananya itu penjara. Ditambah semakin bertambahnya aparat penegak hukum," kata Akbar.

Dulu, kata Akbar, aparat penegak hukum hanya Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Namun kini, ada Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Densus 88, maupun dari pajak.

Sehingga, dengan banyaknya penegak hukum itu maka potensi memasukkan orang ke dalam penjara makin tinggi pula. Apalagi, kata Akbar, aturannya memang mengharuskan para penegak hukum untuk memasukkan pihak terkait ke penjara.

"Kawan-kawan kita ini ketika undang-undang itu yang merekomendasi sanksi pidana, ditambah aktifnya mereka melakukan penangkapan sehingga makin banyak (napi)," ujar Akbar.

Ditambah lagi, begitu susahnya orang keluar penjara. Terutama ditambah Peraturan Pemerintah (PP) No.99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan ini dinilai membatasi pemberian remisi kepada narapidana.

"Pintu lapas itu dibuka lebar-lebar dengan 150 regulasi itu. Sementara ada regulasi yang mempersempit pintu keluar dengan PP 99," katanya. (ase)