Seberapa Dekat Eksekusi Mati Tahap III?

Peti jenazah untuk para napi yang dihukum mati di Pulau Nusakambangan beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

VIVA.co.id – Kejaksaan Agung sudah memastikan bahwa pada tahun ini, akan kembali melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati. Dengan demikian, ini akan menjadi pelaksanaan eksekusi tahap ketiga.

Tahun lalu, Kejaksaan Agung sudah dua kali mengeksekusi mati para terpidana kasus narkoba. Eksekusi tahap pertama dilakukan Januari, disusul tahap dua April 2015.

Pekan lalu, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung, M. Prasetyo memaparkan rencana eksekusi tahap ketiga, akan digelar dalam waktu dekat di Pulau Nusakambangan.

"Sesuai program dan tekad pemerintah, hukuman mati akan tetap dilakukan, melihat waktunya nanti," kata Prasetyo di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 21 April 2016.

Tepat satu minggu setelah itu, pada Kamis 29 April 2016, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Condro Kirono terlihat mengunjungi lokasi tempat pelaksanaan eksekusi terpidana mati tahap satu dan dua di pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Jawa Tengah, Bambang Sumardiono, menerangkan belum ada koordinasi antarinstansi pemerintah dalam mempersiapkan pelaksanaan eksekusi mati ini.

Menurutnya, sebelum pelaksanaan eksekusi, Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah yang mengkoordinir lembaga pemasyarakatan di pulau Nusakambangan, pasti diajak rapat mengenai persiapannya.

"Ini begini, saya sampai hari ini belum pernah diajak koordinasi, atau rapat. Ini biasanya kan diajak rapat dulu oleh eksekutor (Kejaksaan Agung)," kata Bambang, saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 29 April 2016.

Meski begitu, dia menegaskan pihaknya akan siap, jika Kejaksaan Agung nanti benar-benar akan melaksanakan eksekusi. "Sejauh ini, tidak ada konfirmasi mengenai pelaksanaan eksekusi dan lain-lainnya," tegasnya.

Bambang juga menjelaskan, kedatangan Kapolda Jawa Tengah ke Nusakambangan dilakukan dalam rangka pengenalan wilayah sebagai pejabat baru. "Kebetulan beliau Kapolda baru, ya mungkin ingin melihat wilayahnya, karena Nusakambangan merupakan benteng terluar di Jawa Tengah."

Benar tidaknya pelaksanaan akan dilakukan dalam waktu dekat, bisa dilihat dari rangkaian persiapan sebelum pelaksanaan eksekusi mati. Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati, yang ditetapkan menjadi undang-undang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969.

Dalam Pasal 2 Penetapan Presiden disebutkan, langkah pertama adalah menentukan lokasi pelaksanaan eksekusi. Pejabat yang berwenang menentukan lokasi adalah Menteri Kehakiman, atau sekarang menjadi Menkumham. 

Jika Menkumham tidak menentukan lokasinya, eksekusi harus dilaksanakan di daerah hukum pengadilan tingkat pertama. Syaratnya adalah dilaksanakan tidak di tempat umum, dan dengan cara paling sederhana. Berdasarkan keterangan Jaksa Agung, eksekusi akan dilakukan di Nusakambangan.

Kemudian, setelah lokasi ditentukan, maka Polda setempat yang akan menetapkan waktu pelaksanaan eksekusi, dengan mendengarkan nasihat Jaksa Agung atau jaksa yang bertanggungjawab untuk pelaksanaannya.

Saat Jaksa Agung menyebut Nusakambangan, maka Polda Jawa Tengah yang akan bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban sewaktu pelaksanaan pidana mati, juga menyediakan tenaga serta alat yang diperlukan.

Hal ini termasuk membentuk regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira. Khusus untuk pelaksanaan tugas ini, regu penembak tidak boleh menggunakan senjata organiknya.

Di saat bersamaan, Kejaksaan Agung wajib memberitahu terpidana mati itu mengenai pelaksanaan eksekusi 3 x 24 jam sebelumnya. Apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, keterangan atau pesannya harus diterima Kejaksaan Agung.

Setelah semua proses itu disiapkan, baru pelaksanaan eksekusi bisa dilakukan, dengan dihadiri kuasa hukum terpidana, Kepala Polda setempat, Jaksa Agung atau jaksa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan eksekusi.

Saat di lokasi eksekusi, komandan pengawal harus menutup mata terpidana, kecuali dia menolak tindakan tersebut. Jika dirasa perlu, jaksa bisa memerintahkan agar tangan terpidana diikat saat pelaksanaan eksekusi.

Peraturan ini juga mensyaratkan jarak antara titik di mana terpidana berada dan regu penembak, tidak boleh melebihi 10 meter dan tidak boleh kurang dari lima meter.

Pada pelaksanaan eksekusi, para pengiring terpidana dipersilahkan meninggalkan tempat. Kemudian, menggunakan pedang sebagai isyarat aba-aba, perwira mengangkat pedang agar regu penembak membidik jantung. Saat diayun ke bawah, regu penembak pun harus menarik pelatuk.

Apabila ditembak terpidana terlihat belum tewas, kepala regu memerintahkan seorang bintara untuk melepaskan tembakan pamungkas dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana, tepat di atas telinganya. (asp)